Pindad dan Visi Asia 2023

ilustrasi
ilustrasi | Annualreport.id

PT Pindad (Persero) terus meningkatkan kualitas produk-produknya melalui penelitian dan pengembangan dari tenaga-tenaga ahli Pindad bersama-sama pengguna produk untuk menetapkan spesifikasi yang dibutuhkan. Pemeriksaan dilakukan pada setiap proses manufaktur mulai dari penerimaan material sampai proses akhir pembuatan produk.

Sebagaimana dilansir Pindad.com, seluruh produk telah diuji dan memenuhi standar internasional salah satunya Mil STD. Ini adalah sistem mutu selalu dipelihara dengan menerapkan sistem mutu ISO 9000-2008 yang disertifikasi oleh LRQA.

Senjata Pindad memiliki akurasi yang baik dan ketahanan di medan peperangan sesuai kebutuhan pertahanan dan keamanan. Beberapa senjata telah berhasil meraih prestasi lomba tembak antarangkatan darat se-Asia Tenggara (AARM), lomba tembak Angkatan Darat se-Asia Pasifik (ASAM), serta Lomba Tembak tahunan yang diselenggarakan oleh Tentara di Raja Brunei (BISAM).

Visi Pindad adalah, menjadi produsen peralatan pertahanan dan keamanan terkemuka di Asia pada tahun 2023, melalui upaya inovasi produk dan kemitraan strategik.

Sejak awal Januari 2016 tak kurang dari Wakil Presiden RI Muhammad Jusuf Kalla (JK) memesan 50 panser buatan Pindad. Ia mengunjungi Pindad di Bandung ditemani Direktur Utama PT Pindad Silmy Karim. Menurut Silmy, panser Badak merupakan produk varian panser Anoa yang sebelumnya juga dipesan oleh JK saat menjadi Wapres mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Panser Badak dilklaim telah menyelesaikan pengujian untuk mendapatkan sertifikasi akhir tahun 2015. Kepala Departemen Komunikasi Korporat PT Pindad Hardantono sebelumnya mengatakan, akhir Desember lalu, panser Badak sukses mengikuti uji tembak menggunakan kanon kaliber 90 milimeter milik panser ituu. Uji tembak tersebut merupakan bagain dari proses sertifikasi oleh Dinas Penelitian dan Pengembangan TNI Angkatan Darat.

PT Pindad memperkenalkan panser Badak pertama kali dalam pameran IndoDefence 2014 di Jakarta. Panser yang merupakan bagian pengembangan varian Panser Anoa ini dirancang untuk dikendalikan tiga orang kru. Tubuh panser itu dirancang mampu menahan tembakan amunisi 12,7 milimeter.

Sebagaimana ditulis Tempo.co, Pindad sendiri bekerja sama dengan CMI Defence, perusahaan pertahanan Belgia untuk mengembangkan kanon 90 milimeter yang menjadi senjata andalan Panser Badak. Kerjasama itu menjadi bagian Transfer of Technologi (ToT) untuk proses manufaktur turret 90 milimeter yang digunakan Badak.

Menurut Silmy, Pindad tengah menggarap potensi ekspor alutsista ke wilayah Timur Tengah. Ekspor kendaraan militer dan amunisi tersebut mencapai US$300 juta (Rp4,05 triliun). “Kita ada potensi ekspor US$300 juta di Timur Tengah yang akan kita jalankan dalam dua tahun ke depan," ujar Silmy Karim, saat menemani Wapres MJK pada Januari 2016, seperti dikutip kemenperin.go.id dari Media Indonesia (MI).

Pindad juga mengembangkan produksi medium tank yang merupakan kerja sama dengan pemerintah Turki. Program itu sendiri sudah dimulai sejak 2015 dan prototipenya direncanakan selesai pada 2017. Mengenai tank, Pindad selama ini telah melakukan retrofit (peremajaan) tank-tank TNI.

Menurut Silmy, pihaknya terus melakukan berbagai langkah strategis, antara lain memperkuat lini bisnis, pengembangan serta melakukan beragam inovasi produk berorientasi masa depan. Pindad juga bekerja sama dengan sejumlah perusahaan dalam maupun luar negeri sekaligus memperkuat jaringan termasuk menyertifikasi produk.

“Penjualan produk Pindad terus meningkat, kami terus berupaya maksimal dan pada 2016 target penjualan sebesar Rp3 triliun,” katanya.

Sementara itu, JK dalam kunjungannya ke Pindad yang juga ditemani Menhan Ryamizard dan Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan, kunjungan itu sekaligus sebagai evaluasi untuk meningkatkan kemampuan industri pertahanan dalam negeri. Menurutnya, Indonesia perlu memutakhirkan alutsista, tetapi dengan prinsip barang yang diproduksi di luar negeri mesti bisa diproduksi di dalam negeri.

“Rencana Pemerintah untuk melengkapi kemampuan prajurit, peralatan, asrama, senjata yang kita punya. Pak Jokowi memesankan untuk periksa semua itu untuk tahun-tahun yang akan datang,” kata dia.

Pindad mengaku banyak permintaan dari negara-negara Timur Tengah dan Afrika untuk memenuhi kebutuhan senjata mereka. Ketertarikan negara-negara Timur Tengah dan Afrika antara lain pada senapan serbu jenis SS2, pistol G2, juga amunisinya.

“Pindad menerima beberapa pernyataan minat dari negara-negara di Timur Tengah dan Afrika yang tertarik untuk menindaklanjuti pembicaraan tentang pembelian senapan serbu seri SS2, pistol G2, beserta amunisinya,” jelas Direktur Bisnis Produk Hankam PT Pindad Widjajanto, seperti dikutipkan Detik.com dalam Lancercell.com (7/4/2017).

“Untuk di negara-negara Afrika kita juga mendukung kegiatan dari pemerintah kredit ekspor sebagai dukungan pemerintahan Jokowi-JK pada industri pertahanan,” ujarnya, menambahkan bahwa pihaknya juga mendapatkan dukungan dari pemerintah berupa kredit ekspor dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Indonesia Eximbank).

Selain itu, Pindad juga tengah mengirimkan pesanan amunisi kaliber kecil ke beberapa negara customer regular di Asia Tenggara. Pesanan tersebut merupakan pesanan limpahan dari 2016, baik merupakan carry over maupun pesanan baru 2017.

Salah satu produk Pindad yang sempat menjadi buah bibir di masyarakat Indonesia adalah Anoa. Kendaraan panser amfibi ini adalah hasil pengembangan Pindad yang dilakukan sejak 1993 silam. Dari data yang ada di laman resmi Pindad, jumlah Anoa yang berhasil dijual hingga saat ini adalah 260 unit, dengan berbagai model serta spesifikasi.

Untuk membuat Anoa, Pindad menggandeng Renault sebagai pemasok mesin dan transmisinya. Tapi, Renault bukan satu-satunya perusahaan luar yang bekerja sama dengan Pindad. Baru-baru ini, Dirut Pindad Abraham Mose juga telah meneken nota kesepahaman dengan Tata Motors, pada November tahun lalu.

Tak tanggung-tanggung, kolaborasi ini akan menjadikan basis produksi untuk kendaraan tempur, dengan skala ekspor. kolaborasi Untuk awalnya, kolaborasi ini akan fokus pada menciptakan kendaraan perang jenis amfibi. Abraham mengatakan, ada tiga pertimbangan utama yang membuat Pindad tertarik berkolaborasi dengan Tata Motors.

"Yang paling spesifik karena Tata Motors punya satu sasis yang bisa digunakan untuk berbagai macam kendaraan. Kedua, mereka mau berinvestasi. Dan ketiga, mau melakukan pengembangan bersama," kata Abraham kepada Viva.co.id.

Jika di total, nilai penjualan alutsista dari semua industri strategis BUMN diprediksi mencapai Rp1,8 triliun. Angka ini jauh meningkat dibandingkan dengan pencapaian tahun sebelumnya, yang tercatat sebesar Rp1,2 triliun.

Meski demikian, bila dibandingkan dengan nilai ekspor nonmigas sepanjang 2016, angka itu masih sangat kecil. Dilansir dari Badan Pusat Statistik, ekspor nonmigas 2016 mencapai US$144,43 miliar. Kecilnya angka ekspor alutsista itu juga diakui oleh Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Hary Sampurno. Kata Fajar, nilai ekspor yang didapat dari Pindad saat ini masih sangat rendah. “Masih kurang dari 15 persen dari total penjualan Pindad,” ungkapnya.

Adapun pengamat militer dari CSIS Kusnanto Anggoro menyebutkan, salah satu penyebab seretnya penjualan alutsista ke luar negeri adalah masalah kerja sama dengan pihak lain. Ia mencontohkan, pada 2012 ada kesepakatan antara PAL Indonesia dengan Korea Selatan untuk membuat kapal selam di Indonesia. Sebanyak tiga unit.

Unit pertama akan dibuat di Korea Selatan, unit kedua dikerjakan bersama-sama dan unit ketiga digarap di Surabaya. “Namun ketika dilakukan assesment, PAL Surabaya tidak mempunyai kemampuan untuk itu, tidak memenuhi syarat dan seterusnya,” jelasnya.

Hal yang tidak jauh berbeda, menurut Kusnanto, juga terjadi saat kerja sama pembuatan peluru kendali dengan Tiongkok. “Sampai sekarang macet dan tidak jalan. Karena Cina sudah menuntut, nanti kalau sudah jadi, kita (Indonesia) diminta ikut bantu jualan,” tuturnya.

Terkait kerja sama Pindad dengan Tata Motors, Kusnanto mewanti-wanti agar perjanjiannya diperjelas. Salah satunya berkaitan dengan transfer teknologi. Menurutnya, transfer teknologi itu bukan hanya sekedar tenaga ahli Indonesia yang hanya dilatih dan dididik. Tetapi juga berapa banyak komponen lokal yang akan digunakan.

“Karena dalam banyak kasus, kita kerja sama dengan suatu negara, tapi kita hanya dipakai sebagai batu loncatan untuk menjual saja. Pada akhirnya, hanya profit sharing saja,” ujarnya.(AP)