Indonesia sedang mengejar ketertinggalannya dalam bidang infrastruktur dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Untuk itu diperlukan usaha yang besar untuk dapat menyamai bahkan lebih jauh lagi bersaing dengan negara-negara tersebut.
Upaya pemerintah Republik Indonesia untuk mengembangkan perekonomian dengan membangun infrastruktur berimbas pada pertumbuhan signifikan industri konstruksi di dalam negeri. Industri konstruksi di Indonesia seakan bangkit dan berada di era baru, era keemasan yang menopang pembangunan negeri ini.
Berdasarkan informasi dari Badan Pusat Statistik (BPS), sektor konstruksi tumbuh 5,22% pada 2016 dengan besaran distribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 10,38%. Sementara pada kuartal I 2017, sektor konstruksi tumbuh mencapai 6,26% atau di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi secara umum yang sebesar 5,01%. Sedangkan distribusinya terhadap PDB mencapai 10,25%.
Angka ini menjadikan sektor konstruksi di urutan keempat setelah sektor industri, pertanian, dan perdagangan. Artinya, pembangunan infrastruktur selain telah menggerakkan ekonomi riil, turut menyumbang pertumbuhan ekonomi nasional, dan juga telah menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar.
Oleh sebab itu, infrastruktur merupakan kunci bagi pertumbuhan ekonomi, termasuk pemerataan pembangunan. Seperti diketahui, infrastruktur menjadi fokus utama pemerintahan dengan Kabinet Kerja-nya.
Selama kurun waktu 2015-2019, target pembangunan infrastruktur antara lain adalah pembangunan 1.000 kilometer jalan tol, pembangunan jalan baru sepanjang 2.650 kilometer, pembangunan 65 waduk atau bendungan, dan penyediaan 1 juta rumah.
Berbagai pembangunan infrastruktur tersebut dilakukan untuk mengejar ketertinggalan Indonesia dengan negara lain. Sebab, tidak bisa dipungkiri, infrastruktur memberikan multiplier effect, yaitu mendorong sektor-sektor lainnya untuk berkembang.
Studi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menunjukkan dampak pertumbuhan ekonomi akibat pembangunan infrastruktur terbagi menjadi dua fase, yaitu fase konstruksi dan fase operasional.
Di mana untuk fase konstruksi tahun 2017 diproyeksikan investasi infrastruktur sebesar Rp126,8 triliun yang akan menghasilkan nilai tambah sebesar Rp146,9 triliun dan dengan kontribusi pertumbuhan ekonomi sebesar 1,06%.
Sedangkan pada 2018, investasi infrastruktur sebesar Rp157,8 triliun akan menghasilkan nilai tambah sebesar Rp 186,4 triliun dan dengan kontribusi pertumbuhan ekonomi sebesar 1,28%.
Sementara itu, pada fase operasional, investasi infrastruktur tahun 2017 sebesar Rp49,3 triliun akan menghasilkan nilai tambah sebesar Rp52,2 triliun dengan kontribusi pertumbuhan ekonomi sebesar 0,38%, dan pada tahun 2018 diperkirakan investasi infrastruktur sebesar Rp92,3 triliun yang akan menghasilkan nilai tambah sebesar Rp94,8 triliun dengan kontribusi pertumbuhan ekonomi sebesar 0,65%.
Dalam kaitan itu, diperlukan peran stakeholder rantai pasok sumber daya konstruksi untuk mencapai tujuan tersebut. Pemerintah bertanggung jawab atas peningkatan kualitas material, peralatan dan teknologi konstruksi dalam negeri serta peningkatan kompetensi dan produktivitas tenaga kerja.
Hanya dengan upaya dan kerja sama tersebut, rencana bukan hanya akan menjadi impian semata tapi sebuah realita di depan mata.
Ikuti ulasan Annualreport.id tentang sejauh mana perkembangan industri konstruksi dan Badan Usaha Jasa Konstruksi dalam menghasilkan produk konstruksi yang berkualitas dalam mendukung pembangunan infrastruktur di Indonesia, sehingga manfaat peningkatan kapitalisasi konstruksi akan terasa bagi perekonomian nasional dan masyarakat.