Lantai Bursa Jadi Incaran Anak Usaha BUMN

Ilustrasi
Ilustrasi | Nugroho/AnrepID

Sejumlah anak usaha Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di berbagai sektor akan melakukan aksi korporasi berupa penawaran umum perdana saham (Initial Public Offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada kuartal IV/2017. Aksi ini ditenggarai sebagai upaya anak usaha BUMN untuk mencari pendanaan guna mengembangkan usaha dalam melakukan ekspansi bisnis mereka.

Langkah ini diawali oleh PT Garuda Maintenance Facility (GMF) AeroAsia Tbk. yang resmi tercatat sebagai emiten baru di BEI dengan kode efek GMFI, pada Selasa 10 Oktober 2017. GMF merupakan perusahaan ke-25 yang mencatatkan saham perdana di BEI pada tahun 2017.

Langkah GMF AeroAsia tersebut rencananya akan diikuti oleh PT Wijaya Karya Gedung milik PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT PP Presisi milik PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk. atau PT PP, dan anak usaha PT Pelabuhan Indonesia (Persero) yakni  PT Jasa Armada Indonesia.

Apabila rencana IPO beberapa anak usaha BUMN dalam satu tahun yang akan mengikuti langkah GMF AeroAsia itu dapat terealisasi, maka anak usaha BUMN mencetak rekor dalam sepanjang sejarah BUMN. Pasalnya, dalam tahun-tahun sebelumnya, jumlah anak usaha BUMN yang melakukan IPO tidak pernah lebih dari satu perusahaan dalam setiap tahunnya.

Anak usaha BUMN yang telah IPO lebih dulu adalah anak usaha PT Pertamina (Persero) yaitu PT Elnusa Tbk. pada tahun 2008. Kemudian anak usaha PT Wijaya Karya yaitu PT Wika Beton Tbk. pada tahun 2014 dan anak usaha PT PP (Persero) Tbk., yaitu PT PP Properti pada tahun 2015. Lalu pada 2016, anak usaha PT Waskita Karya (Persero) Tbk., yaitu PT Waskita Beton Precast Tbk. juga mencatatkan namanya di lantai bursa.

Pada tahun 2017, GMF AeroAsia menjadi emiten pertama dari industri MRO (Maintenance, Repair, and Overhaul) di Indonesia. GMF AeroAsia melepas 2.823.351.100 lembar saham baru atau sebesar 10 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh setelah penawaran umum perdananya dengan harga sebesar Rp 400. Dengan harga tersebut, GMF AeroAsia berhasil menghimpun dana sebesar Rp1,27 triliun.

Sebelumnya, GMF AeroAsia sempat menutup masa penawaran umum kepada publik dengan mencatatkan oversubscribe sebanyak 2,6 kali. Sekitar 60 persen dana bersih dari hasil IPO ini akan digunakan oleh Perusahaan untuk mendanai investasi dalam rencana ekspansi, sekitar 15 persen untuk refinancing, dan sisanya untuk kebutuhan modal kerja.

Direktur Utama GMF AeroAsia Iwan Joeniarto mengatakan, IPO merupakan langkah strategis bagi GMF AeroAsia untuk mewujudkan visi menjadi Top10 MRO in The World dengan revenue mencapai 1 miliar USD di tahun 2021 dan mendukung perekonomian Indonesia.

“Kami berterima kasih atas kepercayaan investor dan pihak terkait selama perjalanan IPO GMF, dan mengundang para calon investor yang belum bergabung untuk bersama-sama mendapat nilai tambah melalui saham GMFI,” Kata Iwan dalam keterangan seperti dilansir Annualreport.id.

Pada debut perdananya, saham GMFI dibuka pada posisi Rp408 per lembar saham atau naik dua persen setara delapan poin. Harga tertinggi Rp410 per saham dan harga terendah Rp408 per saham. Volume perdagangan sebanyak 349 lot dengan frekuensi tiga kali yang menghasilkan transaksi nilai Rp14,3 juta.

Bahkan langkah IPO dari GMF AeroAsia ini dinilai beberapa kalangan bisa menjadi ancaman bagi saham perusahaan asing, yang juga bergelut dalam industri yang sama.

Seperti yang sempat diberitakan Annualreport.id, harga saham SIA Engineering Company (SIAEC) anjlok 9 persen ke level terendah dalam enam tahun terakhir pada hari Rabu, 4 Oktober 2017, memicu terjadinya kueri perdagangan pada Singapore Exchange (SGX).

Penurunan tersebut dipicu adanya pembicaraan JP Morgan yang menawarkan sekitar 38,9 juta lembar saham SIAEC dengan diskon besar di pasar. Nilai tersebut mewakili 3,5 persen kepemilikan, harga ditawarkan pada kisaran 3,11 dolar Singapura sampai 3,30 per dolar Singapura lembar, harga tersebut ter-diskon 4,1-10,1 persen ke harga saham yang seharusnya berkisar pada 3,46 dolar Singapura per lembar pada hari Selasa.

Beberapa analis yakin bisa ada perpindahan dana kepada GMF AeroAsia. GMF AeroAsia dilaporkan telah mengumpulkan dana sebesar Rp1,27 triliun atau sebesar 128,4 juta dolar Singapura dari penawaran umum perdana, dengan harga Rp 400 per saham.

“Kami terus menyoroti bahwa GMF akan menjadi ancaman bagi SIAEC, mengingat biaya operasi GMF yang relatif rendah,” kata K Ajith, analis UOB Kay Hian.

Dijelaskan bahwa saham SIAEC yang juga merupakan perusahaan penyedia jasa Maintenance, Repair and Overhaul (MRO) untuk pesawat, menyentuh 3,15 dolar Singapura. Angka tersebut merupakan nilai terendah sejak Januari 2010, sebelum akhirnya ditutup pada 3,21 dolar Singapura, turun 25 sen Singapore, atau sebesar 7,23 persen.

Sementara itu, dalam keterangan yang dilansir Kumparan, BEI menilai keputusan pemerintah mendorong anak usaha BUMN melantai di pasar modal merupakan langkah tepat. Sebab, masyarakat berpeluang untuk turut memiliki saham perusahaan pelat merah.

“Saya kira pilihannya melalui IPO itu juga bagus. Karena ini akan menyebabkan terjadinya rasa memiliki dari rakyat Indonesia terhadap perusahaan-perusahaan negara,” kata Direktur Penilaian Perusahaan BEI, Samsul Hidayat.

Namun, kata Samsul, jika saham-saham anak usaha BUMN diperdagangkan di bursa efek, tidak menutup kemungkinan investor asing akan membeli saham tersebut. Sebab, investor asing biasanya akan lebih selektif dalam memilih perusahaan.

“Kalau pun misalnya ada pihak asing yang masuk, tentunya ini merupakan satu hal yang mungkin tidak bisa kita hindari dan kita berpikir bahwa rakyat Indonesia akan mengetahui perusahaan Indonesia lebih baik dibandingkan dengan investor asing,” ujarnya.

Seperti diberitakan oleh Bisnis, anak usaha BUMN yang berencana untuk IPO tahun ini menyusul GMF AeroAsia, yakni PT Wijaya Karya Gedung dan PT PP Presisi menyatakan telah melakukan registrasi pertama ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk aksi korporasi penawaran umum perdana saham tersebut.

Direktur Utama Wijaya Karya Bintang Perbowo menyatakan rencana IPO anak usaha Perseroan itu akan dilakukan pada kuartal IV/2017, yakni pada November 2017. Wika Gedung menargetkan mampu memperoleh dana sekitar Rp3 triliun hingga Rp4 triliun melalui pelepasan saham sebesar maksimal 45% kepada investor publik di BEI. Bahkan rencananya, Wika Gedung akan melakukan beberapa akuisisi untuk menunjang pertumbuhan anorganik Perseroan sebelum IPO dilaksanakan.

“Ada beberapa perusahaan yang akan diakuisisi oleh Wika Gedung antara lain perusahaan foundation and piling, geotechnical, lightweight bricks dan perusahaan panel serta mechanical-electrical-plumbing (MEP) yang semuanya menunjang kinerja Wika Gedung dan juga dapat memasok berbagai kebutuhan Wika Group yang selama ini dipasok dari luar,” kata Bintang.

Bintang menjelaskan, nantinya dana yang diperoleh dari IPO akan digunakan untuk mendukung usaha Wika Gedung di bidang pengembangan investasi dan konsesi.

Sementara itu, PP Presisi juga menargetkan dapat melantai di BEI pada kuartal IV/2017 dengan target perolehan dana hingga Rp3 triliun dari melepas maksimal 35 persen saham ke publik. PP Presisi berencana untuk menggunakan 70 persen dari dana hasil IPO itu untuk membiayai belanja modal dan 30 persen sisanya untuk kebutuhan modal kerja Perseroan.

PP Presisi sendiri merupakan perusahaan yang bergerak sebagai penyedia jasa konstruksi berbasis alat berat seperti civil work, ready mix, formwork, foundation, dan penyewaan alat berat.

“Portofolio jasa konstruksi berbasis alat berat yang luas dan saat ini terus-menerus dikembangkan oleh PP Presisi akan memungkinkan partisipasinya yang lebih besar di proyek-proyek baik milik PTPP maupun non-PTPP yaitu mulai dari jalan tol, bendungan, pembangkit listrik, pertambangan, hingga bandara dan pelabuhan,” kata Direktur Utama PTPP Tumiyana.

Meski demikian, investor disarankan waspada dan melihat keadaan pasar, jika membeli saham-saham IPO anak usaha BUMN ini. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Alfred Nainggolan, Kepala Riset Koneksi Kapital, dalam keterangannya yang dilansir Kontan.

Alfred menyebut, tingkat keterserapan saham-saham sektor BUMN yang akan melakukan IPO pada kuartal terakhir tahun ini, akan sangat tergantung pada sektor BUMN tersebut. Hal yang bisa dilakukan jika perusahaan ingin hajatan IPO mencapai target, lanjut Alfred, yaitu dengan menurunkan valuasi.

Seperti diketahui, sebelumnya, Kementerian BUMN menargetkan akan mendorong 9 anak usaha BUMN di tahun ini. Namun, lima anak usaha BUMN menyatakan utnuk menunda IPO pada 2017. Kelima anak usaha BUMN tersebut antara lain PT Wijaya Karya Realty, anak usaha PT Wijaya Karya, PT PP Urban dan PT PP Energi, anak usaha PTPP, PT Tugu Pratama Indonesia, anak usaha PT Pertamina (Persero), dan PT HK Realtindo, anak usaha PT Hutama Karya (Persero). (DD)