Geliat Startup di Pasar Modal

Ilustrasi
Ilustrasi | enterpreneur.com, diolah

PT Kioson Komersial Indonesia Tbk. (KIOS) resmi melakukan pencatatan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui mekanisme penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO), pada Kamis, 5 Oktober 2017. Dengan demikian, Kioson menjadi perusahaan rintisan (startup) pertama di pasar modal domestik.

Dari 150 juta saham yang mereka jual, Kioson berhasil mendapatkan dana segar Rp45 miliar. Angka tersebut sesuai dengan target awal mereka yang berkisar antara US$3,1 juta hingga US$3,4 juta (sekitar Rp42 miliar hingga Rp46 miliar). Angka Rp45 miliar tersebut sendiri merupakan nilai median dari pendanaan Seri A di Asia Tenggara.

Dalam keterangan yang dilansir Techinasia, Kioson menyatakan, saham mereka diminati oleh banyak investor, hingga sepuluh kali lipat dari yang bisa mereka layani. Harga saham mereka di hari pertama pun langsung naik dari angka Rp300 menjadi Rp450.

Hal ini merupakan reaksi yang positif. Namun menurut Wellson Lo, founder komunitas online untuk para investor saham Stockbit, masyarakat masih harus berhati-hati.

“Kenaikan saham sebesar lima puluh persen di hari pertama penjualan memang sering menarik perhatian media. Namun kita harus memberi perhatian khusus pada likuiditas dari saham itu sendiri,” ujar Wellson.

Wellson menunjukkan bahwa pada hari pertama, ada 23.400 saham yang diperjualbelikan dengan nilai Rp10,5 juta. “Hal ini bisa berarti banyak. Namun investor harus berhati-hati karena volume penjualan yang sehat lebih penting daripada perubahan harga,” tutur Wellson.

Kioson sendiri merupakan startup yang menjual berbagai produk digital seperti pulsa telepon, hingga voucer game dan e-commerce, lewat jaringan agen yang mereka miliki. Para agen tersebut dilengkapi dengan sebuah aplikasi mobile yang mereka buat. Konsep ini mirip dengan yang diusung Kudo, startup Tanah Air yang kini telah diakuisisi oleh Grab.

Startup ini sendiri didirikan dua tahun yang lalu, dan telah memiliki 19 ribu agen di seluruh Indonesia. Dalam laporan keuangan terakhir mereka, Kioson menyebutkan bahwa di tahun 2016 mereka mendapat pemasukan sekitar US$1,9 juta (Rp25,5 miliar), dengan kerugian yang mencapai US$840 ribu (sekitar Rp11,3 miliar).

Seperti yang telah diberitakan Annualreport.id, Direktur Utama BEI Tito Sulistio mengatakan, Kioson menjadi pelopor perusahaan startup perdagangan elektronik (e-commerce) yang melantai di bursa.

“Kioson membuktikan perusahaan yang mencatatkan saham di BEI bukan hanya perusahaan besar saja. Bursa mendukung dan menyediakan fasilitas bagi perusahaan startup,” ujarnya.

Tito menambahkan, aksi korporasi IPO memang telah lama menjadi salah satu sarana bagi perusahaan untuk menggalang dana. Diharapkan, Kioson dapat lebih profesional, transparan, dan akuntabel serta menjadi salah satu saham yang terus menjadi pilihan bagi investor.

Direktur Utama Kioson Jasin Halim menyebutkan, ini sebagai momentum bagi Kioson menjajaki dunia pasar modal. Sebab, Kioson akan menawarkan para investor bisa berinvestasi di startup teknologi.

“Kami berterima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dan membantu Kioson selama proses menuju IPO. Kesuksesan IPO ini menjadi angin segar untuk startup di Indonesia, bahwa sumber pendanaan melalui IPO layak menjadi pertimbangan,” kata Jasin.

Sementara itu, setelah 11 hari mencatatkan saham perdananya di lantai bursa, pada Selasa 17 Oktober 2017, BEI menerbitkan surat pengumuman yang menyatakan perlunya cooling down untuk perdagangan saham dan waran (hak untuk membeli saham) seri I, PT Kioson Komersial Indonesia Tbk (KIOS).

Hal ini menanggapi terjadinya peningkatan harga kumulatif yang signifikan pada saham KIOS. Harga saham KIOS akhir pekan kemarin ditutup di level Rp 450 di hari perdagangan pertamanya pada 4 Oktober dan terus naik hingga ditutup di level Rp2.120 pada Senin, 16 Oktober 2017. Sementara waran seri I atau KIOS-W ditutup di level Rp1.690.

Meski terdapat kebijakan suspend dari BEI, Kioson melihat peningkatan harga kumulatif ini sebagai refleksi minat yang tinggi para investor retail di Indonesia kepada perusahaan startup teknologi.

“Artinya, minat investasi ke startup teknologi memang sangat tinggi selama ini, namun tidak tersalurkan. Kami berharap, minat yang tinggi ini bisa memberikan motivasi bagi startup lain untuk mempertimbangkan untuk melantai di pasar modal Indonesia,” kata Jasin Halim.

Dijelaskan bahwa tak lama setelah mulai melantai di pasar modal, pada 12 Oktober lalu, Kioson juga mengumumkan akuisisi terhadap PT Narindo Solusi Komunikasi (Narindo). Hal ini pula yang tampaknya membuat pergerakan harga saham KIOS di pasar bergerak di luar kebiasaan atau unusual market activity (UMA) dan begitu juga warannya.

Jasin mengatakan bahwa akuisisi saham sebanyak 99 persen tersebut akan memperkuat bottom line perusahaan. Kioson menargetkan pertumbuhan revenue sebanyak 1.900 persen (year on year/yoy), menjadi Rp500 miliar pada akhir 2017.

“Akuisisi ini berperan strategis untuk memperkuat infrastruktur kami di daerah melalui aset yang sudah dimiliki Narindo. Dengan keberadaan Narindo yang fokus di agregator e-voucher, artinya Kioson telah menjaga bisnis perusahaan sejak dari hulu, sehingga kami harapkan ini akan mengamankan bottom line Kioson,” jelasnya.

Kioson memang menjadi startup lokal pertama yang melakukan IPO. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) berharap jejak langkah Kioson dapat diikuti oleh startup lokal lainnya.

Dalam keterangan yang dilansir Liputan6, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemkominfo Semuel Abrijani Pangerapan, pihaknya memang ingin mendorong startup lokal agar segera berkeinginan melakukan penawaran umum perdana. Hanya saja, pihak BEI dinilai belum memiliki metode dan konsep perhitungan valuasi startup teknologi.

“Permasalahannya, di bursa itu belum punya konsep perhitungan untuk startup seperti ini. Para startup itu membangun dulu, cari partner, dia lepas seri A, seri B, seri C, sampai gede dan baru masuk ke bursa. Prosesnya panjang,” ujar pria yang akrab disapa Semmy ini.

Semmy mengungkap, BEI memang belum bisa mengadaptasi perhitungan valuasi startup berbasis teknologi. Maka itu, ia menekankan, baiknya BEI melihat nilai dari startup teknologi itu adalah teknologi yang ia ciptakan. Dengan demikian, ini bisa membuka peluang investasi lebih terbuka bagi masyarakat, bukan hanya bagi orang-orang kapital besar.

“Maka dari itu, kami ingin mendorong startup teknologi masuk IPO, seperti Kioson. Nah, sisanya kami bisa bicara dengan IDX untuk menetapkan konsep perhitungan baru. Startup yang ingin IPO ini tentu punya syarat khusus, termasuk  persyaratan ekonomi konvensional, seperti aset, keuntungan, dan lainnya,” ujar Semmy menjelaskan.

Menurut Semmy, nilai lain yang perlu dipandang pada startup lokal saat ingin IPO adalah kreativitas. Menurut dia, kreativitas menjadi aset utama sebuah startup untuk bisa IPO. Selain itu juga harus ada pemahaman baru agar startup berikeinginan untuk IPO. Karena itu, ia mengimbau BEI untuk menyediakan platform khusus pengembangan teknologi.

Seperti diketahui, saat ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberikan kemudahan bagi perusahaan kecil dan menengah untuk melakukan penawaran umum saham perdana atau IPO melalui POJK Nomor 53/POJK.04/2017 dan POJK Nomor 54/POJK.04/2017 yang diterbitkan pada Juli 2017.

POJK nomor 53/POJK.04/2017 membahas mengenai Pernyataan Pendaftaran Dalam Rangka Penawaran Umum dan Penambahan Modal dengan Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu oleh Emiten dengan Aset Skala Kecil atau Emiten dengan Aset Skala Menengah.

Selanjutnya, POJK nomor 54/POJK.04/2017 terkait Bentuk dan Isi Prospektus Dalam Rangka Penawaran Umum dan Penambahan Modal dengan Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu oleh Emiten dengan Aset Skala Kecil atau Emiten dengan Aset Skala Menengah. (DD)