Mungkinkah Indonesia menjadi Raja E-Commerce di kawasan ASEAN? Tentu saja. Indonesia sudah mempunyai modal dasar berupa volume pasar yang sangat besar. Dengan jumlah populasi 250 juta, terbesar di Asean, Indonesia adalah pasar e-commerce yang sangat menjanjikan. Di samping itu, berdasarkan data infografis Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) per Oktober 2016, pengguna internet di Indonesia sebanyak 93,4 juta orang, dan pengguna smartphone sebanyak 71 orang. Bukankan berbisnis e-commerce harus menggunakan jaringan internet serta perangkat komunikasi, seperti smartphone?
Karena itu, sangat tepat bila Pemerintah mencanangkan Indonesia menjadi pemain e-commerce terbesar di ASEAN beberapa tahun ke depan. Pemerintah pun bercita-cita ingin menciptakan 1000 technopreneur pada tahun 2020. Melalui e-commerce, Pemerintah ingin mendorong lajunya pertumbuhan perekonomian Indonesia. Keinginan ini kemudian dirumuskan dalam Paket Kebijakan Ekonomi Tahap XIV yang diluncurkan pada 10 November 2016 lalu.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan, Paket kebijakan Eknomi Tahap XIV tersebut berjudul Roadmap E-Commerce atau peta jalan sistem perdagangan secara elektronik atau e-commerce.
Melalui paket kebijakan ekonomi tersebut, Pemerintah siap memberi kemudahan pendanaan dan perpajakan kepada para technopreneur dan startup bidang e-commerce dalam menjalankan bisnisnya, yang selama ini diketahui memiliki risiko tinggi.
Pemerintah memprediksikan valuasi bisnis e-commerce dalam negeri sebesar US$130 miliar pada 2020. Sementara nilai perdagangan e-commerce pada 2015 kemarin mencapai 13,8 persen dari target itu, yakni di kisaran USD18 miliar-US$19 miliar.
Roadmap E-Commerce itu berisi delapan poin kebijakan, yaitu, pendanaan, perpajakan, perlindungan konsumen, pendidikan SDM, logistik, infrastruktur komunikasi, keamanan cyber, dan manajemen. Semuanya akan dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres).
Dalam hal perpajakan, pemerintah memberi insentif dengan pengurangan pajak bagi investor lokal yang investasi di startup serta penyederhanaan izin atau prosedur bagi startup e-commerce yang omzetnya di bawah Rp4,8 miliar dengan PPh final sebesar 1 persen. Regulasi itu dijadwalkan selesai pada Januari 2017.
Dari sisi pendanaan, paket ekonomi jidil XIV mendorong kemudahan dan perluasan akses melalui berbagai skema, di antaranya, kredit usaha rakyat (KUR) untuk tenant pengembangan platform. Selain itu juga untuk mengatur skema crowdfunding, yaitu pendanaan alternatif yang dihimpun dari kelompok atau komunitas tertentu atau masyarakat luas.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyatakan pemerintah masih mengkaji besaran dana bantuan dan bentuk dukungan yang bakal diberikan oleh pemerintah untuk sejumlah startup potensial.
Bisa berupa subsidi atau hibah, bisa juga kombinasi dari keduanya. Sumber pendanaannya bisa dari APBN, bisa juga dari penerimaan negara bukan pajak. “Ini yang sedang disiapkan,” kata Rudiantara.
Kemenkominfo juga tengah menyiapkan dana bantuan berupa pinjaman unuk pelaku ecommerce dalam bentuk universal service obligation (USO). Arahnya, USO akan fokus untuk pembiayaan startup yang eligible di sejumlah wilayah terluar, terdepan, dan tertinggal di Indonesia.
Meski terlambat diluncurkan, Roadmap E-Commerce ini patut diapresiasi. Bisnis e-commerce tidak bisa dipandang remeh. Dalam beberapa tahun ke depan, bisnis yang mengandalkan teknologi dalam jaringan (daring) atau online ini akan menjamur di Indonesia. Tahun ini saja, penjualan di sektor e-commerce domsetik diprediksi tumbuh 22 persen mengalahkan India (0,24%) atau global (0,15%).
Pada 2020, potensi industri digital domestik diperkirakan mencapai US$130 miliar atau sekitar Rp1,690 triliun. Angka tersebut akan terus menggelembung seiring bertambahnya populasi, jumlah kelas menengah, dan kian pesatnya pertumbuhan ekonomi nasional.
Namun, untuk menguasai ekonomi digital di kawasan ASEAN, tentu tidak mudah. Pemerintah harus mampu menyiptakan iklim investasi yang kondusif di bidang e-commerce. Sangat tidak mungkin ekosistem e-commerce bisa berkembang jika tidak didukung regulasi yang ramah bisnis. Itu sebabnya, masyarakat harus mendorong Pemerintah agar segera menerbitkan Perpres Paket Kebijakan Ekonomi Tahap XIV sebagai payung hukum bisnis e-commerce. Dijadwalkan Perpres ini akan diluncurkan pada awal tahun 2017. Semakin terlambat pemerintah bergerak, semakin besar potensi yang akan hilang.
Sejatinya, Roadmap E-Commerce disusun untuk mendukung para pelaku e-commerce agar bisa berkembang dan memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia. Dengan berkembangnya e-commerce ada beberapa sektor perusahaan yang akan turut terdongkrak kinerjanya, di antaranya, yaitu sektor perdagangan, perbankan, dan infrastruktur bagian telekomunikasi.
Hingga kini, perusahaan di sektor perdagangan mulai banyak memberikan fasilitas belanja online, seperti Alfamart, Electronic City, dan lainnya. Di sektor perbankan juga demikian. Dengan melakukan penjualan secara online, maka sistemasi pembayaran biasanya dalam bentuk transfer. Ini yang akan meningkatkan transaksi antar bank.
Sementara di sektor infrastruktur bagian telekomunikasi, perusahaan telekomunikasi seperti TLKM, ISAT, EXCL mencatatkan pendapatan terbesarnya dari penggunaan data internet. Sementara transaksi online tentunya membutuhkan jaringan ini.