ARA, GCG, dan Krisis Ekonomi

Menko Perekonomian Darmin Nasution memberikan sambutan dalam acara Annual Report Award 2015 di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan RI, Jakarta, Selasa (27/9/2016).
Menko Perekonomian Darmin Nasution memberikan sambutan dalam acara Annual Report Award 2015 di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan RI, Jakarta, Selasa (27/9/2016). | Indra Gunawan/Annualreport.id

Kompetisi Annual Report Award (ARA) bagi dunia bisnis Indonesia seperti angin segar. Betapa tidak, di tengah tekanan melambatnya perekonomian secara global, penghargaan atas kualitas keterbukaan dan akuntabilitas perusahaan tersebut menjadi penyemangat perusahaanperusahaan untuk meningkatkan kinerjanya, bahkan bisa menjadi ajang untuk menarik minat para investor.

Tidak mengherankan bila setiap tahun dalam pelaksanaannya, ARA selalu mendapatkan apresiasi yang baik dari dunia usaha. Hal ini terbukti dengan meningkatnya peserta ARA setiap tahunnya. Kepala Eksekutif Pengawasan Pasar Modal OJK Nurhaida mengatakan, peserta ARA 2015 berjumlah 303 perusahaan yang terdiri dari 288 perusahaan dan 15 Dana Pensiun. Jumlah peserta meningkat 3,06 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya yakni sejumlah 294 perusahaan.

"Apabila dilihat dari perkembangan peserta sejak pertama kali ARA digelar pada 2002 dengan jumlah peserta 84 perusahaan, maka mengalami peningkatan 265 persen," kata Nurhaida.

Peningkatan ini juga terjadi karena ada tambahan dari keikutsertaan 11 Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Jumlah ini meningkat dari tahun 2014 lalu, yang hanya ada 3 BPR ikut berpartisipasi dalam ARA.

Dengan meningkatnya jumlah partisipasi BPR dalam ARA 2015, direncanakan pada tahun depan akan ada kategori baru untuk ARA, yakni kategori BPR. Di mana saat ini baru terdapat dua kategori, yakni kategori umum dan dana pensiun.

Menurut Nurhaida, kegiatan tahunan ini sangat berguna bagi pemerintah maupun regulator untuk mengetahui kinerja perusahaan-perusahaan terbuka khususnya dalam hal penerapan good corporate governace (GCG).

"Kualitas keterbukaan informasi dalam menyajikan laporan keuangan diharapkan mampu bersaing tidak hanya di regional tetapi juga di tingkat global. Perusahaan yang memiliki GCG yang baik, akan dengan mudah memperoleh pembiayaan," ungkapnya dalam perhelatan Annual Report Award (ARA) 2015, Selasa (27/9/2016) malam.

Nurhaida menuturkan ekonomi global saat ini sedang tertekan dan Indonesia tengah gencar dalam membangun infrastruktur. Dia mengungkapkan untuk membangun infrastruktur maka diperlukan pembiayaan. Dia mengatakan agar korporasi mudah memperoleh pembiayaan maka GCG harus konsisten diterapkan oleh pelaku industri jasa keuangan.

Sementara itu, Ketua Dewan Juri Annual Report Award (ARA) 2015 Sudaryono mengatakan kuantitas peserta ARA semakin bertambah, akan tetapi kualitas semakin berkurang. Peserta ARA 2015 berjumlah 303 perusahaan, meningkat 3,06 persen dibandingkan tahun sebelumnya 294 perusahaan.

"Kualitas GCG tahun ini turun, untuk poin kategori umum ARA 2015 adalah 60,69 dari poin 61,83 pada ARA 2014," katanya.
 

Kendati demikian, penilaian kriteria untuk kategori perusahan dana pensiun justru mengalami peningkatan. Jika tahun lalu poin yang tercatat adalah 61,26, tahun ini berhasil naik secara signifikan menjadi 70,45.

Kenaikan poin rata-rata pada kategori perusahaan dana pensiun tersebut menjadikan persaingan untuk menjadi juara semakin ketat. Tahun ini  tercatat 15 perusahaan dana pensiun ikut berpartisipasi di ARA.

Ditempat yang sama, Menko Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan, pada masa krisis tahun 1998, Indonesia belum memiliki tata kelola perusahaan yang baik alias GCG. Akibatnya, perbankan banyak yang tidak mampu bertahan menghadapi krisis kala itu.

Menurutnya, krisis sebenarnya bisa ditanggulangi bila masing-masing perusahaan menerapkan tata kelola yang baik. Tata kelola ini memungkinkan manajemen perusahaan mendeteksi tanda-tanda krisis lebihawal sehingga bisa melakukan langkah antisipasi.

Untuk menegakkan tata kelola perusahaan yang baik, maka setiap pihak harus menjalankan perannya dengan baik. Dari mulai internal perusahaan itu sendiri yang menerapkan good corporate governance, lalu akuntan publik harus menjalankan tugas dengan baik, dan regulator yang tegas menegakan hukum.

"Third line of defense adalah regulator yang kalau itu bobol juga, maka tinggal penegak hukum yang akan turun tangan," kata Darmin Nasution.

Untuk menegakkan tata kelola yang baik, Darmin menyebut bahwa sebenarnya Indonesia memiliki regulasi yang memadai. Salah satunya adalah Undang-undang yang mengatur bahwa setiap perusahaan wajib melaporkan laporan keuangannya.

Dengan laporan keuangan yang terbuka dan diketahui pemerintah, maka pemerintah selaku regulator bisa melakukan langkah-langkah antisipasi bila mendeteksi adanya tanda-tanda krisis yang tercermin dari laporan keuangan masing-masing perusahaan. Sayang, undang-undang tersebut tak pernah berjalan dengan baik.

"Undang-undang itu mewajibkan semua perusahaan dengan modal dan aset tertentu itu wajib melaporkan keuangan kepada Kemendag. Coba anda tanya pasti tidak banyak yang menyampaikan laporan itu. Kenapa tidak banyak yang melaporkan? Karena UU itu mewajibkan pelaporan tetapi sanksinya tidak ada," ujar Darmin.

Meskipun tidak ada sanksi pidana, tetapi menurut Darmin aturan tersebut harus tetap jalan. Hal itu untuk mengetahui perkembangan pertumbuhan perusahaan apabila ada yang bermasalah atau tidak.

"Oleh karena itu tugas kita bersama meyakinkan setiap negara yang menjalankan good governance yang baik, juga melakukan mewajibkan pelaporan keuangan dari semua perusahaan. Hanya dengan begitu semua pihak bisa mengetahui perusahaan berkembang, bermasalah atau tidak, dan sebagainya," kata Darmin.

Darmin mencontohkan, sedikitnya perusahaan yang menerapkan aturan itu contohnya terlihat dari perusahaan yang mengikuti Anual Report Award 2015. Saat ini penambahan peserta ARA sedikit mengalami perlambatan karena dari tahun 2002 hingga 2016, walaupun peserta ARA meningkat dari 50 peserta hingga sekitar 300 peserta pada ARA 2015 ini, tapi pertumbuhannya cukup lambat.

“Kalau aturan ini berjalan dengan baik, maka tidak perbedaan antara perusahaan TBK dan non TBK karena semua perusahaan harus melaporkan laporan keuangan. Dengan demikian dapat menegakan tata kelola perusahaan karena keterbukaan informasi. Hanya dengan cara semacam itu, kita bisa menegakkan tata kelola perusahaan lain khususnya keterbukaan informasi. Sudah sepatutnya kita bersama sama untuk upaya UU tersebut dapat berjalan dengan baik,” jelas Darmin.

Sisanya kalau mau berbicara mengenai memenangkan daya saing, lanjut Darmin, harus melihat situasi perekonomian dunia. Dimana banyak hal yang harus dibenahi karena dunia bukan hanya sedang bergejolak tapi mengahadapi perubahan besar terutama dari perkembangan teknologi yang pastinya akan melahirkan proses yang tidak menyenangkan karena perubahan besar sedang terjadi.

“Saya kira adalah tugas kita bersama menjalaninya yang sedang terjadi sekarang sehingga tidak tercecer, saya percaya kita mampu melakukan perubahan-perubahan karena pernah melalui perjalanan panjang jatuh bangun di antara dinamika perekonomian dunia,” katanya. (DD)