PT Wijaya Karya (Persero) Tbk didirikan pada 29 Maret 1961, berdasarkan Undang-undang No. 19 Tahun 1961 dengan nama Perusahaan Negara (PN) Widjaja Karja dan mulai beroperasi secara komersial pada tahun tersebut.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 1961, perusahaan bangunan bekas milik Belanda yang bernama Naamloze Vennootschap Technische Handel Maatschappij en Bouwbedrijf Vis en Co. yang telah dinasionalisasi, dilebur ke dalam Perusahaan Negara Widjaja Karja.
Kemudian tanggal 22 Juli 1971, PN Widjaja Karja dinyatakan bubar dan dialihkan bentuknya menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). Selanjutnya pada tanggal 20 Desember 1972 Perusahaan ini dinamakan PT Wijaya Karya.
Dalam bidang konstruksi, sejak 1997, WIKA mulai mengembangkan diri dengan mendirikan beberapa anak perusahaan mandiri yang mengkhususkan diri dalam menciptakan produknya masing-masing, yakni WIKA Beton, WIKA Industri dan Konstruksi, dan WIKA Realty.
Keberhasilannya dalam mencapai pertumbuhan yang cukup pesat mendapat apresiasi yang tinggi dari publik. Dalam penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) WIKA pada 29 Oktober 2007 di Bursa Efek Indonesia, WIKA berhasil melepas 28,46 persen sahamnya ke publik, sisanya masih dipegang pemerintah Republik Indonesia.
Pesatnya perubahan global mendorong WIKA untuk mereposisi visi dan misinya sebagai perusahaan konstruksi nasional yang sudah merambah ke tingkat dunia.
Pada tahun 2010 WIKA menyiapkan Visi 2020 yang salah satu tujuannya adalah menjadi salah satu perusahaan EPC (Engineering, Procurement, dan Construction) dan investasi terintegrasi terbaik di Asia Tenggara, di mana WIKA memiliki SDM yang dapat diandalkan dan mampu bersaing dengan tenaga ahli dari mancanegara.
WIKA membagi segmen usahanya menjadi lima yakni, infrastruktur dan gedung, energi dan industrial plant, realty & property, industri dan investasi. Dalam menjalankan segmen usaha WIKA menerapkan strategi “forward and backward”.
Forward strategy merupakan strategi WIKA untuk meraih bisnis yang dapat dilakukan di masa yang akan datang, sementara backward adalah strategi WIKA untuk meraih bisnis atau perusahaan yang mendukung kompetensi inti.
WIKA memiliki komitmen untuk berperan serta dalam mendukung dan mensukseskan program pemerintah, khususnya dalam pembangunan infrastruktur yang sejalan dengan bisnis inti Perseroan dalam bidang konstruksi.
Melalui berbagai pembangunan infrastruktur yang telah diamanahkan oleh pemerintah kepada Perusahaan, WIKA menghadirkan pengembangan infrastruktur dan bangunan yang memberikan dampak positif “create impact” serta manfaat kepada masyarakat selaku stakeholders.
Hadirnya infrastruktur dan bangunan dengan desain yang tidak hanya modern, namun infrastruktur dan bangunan yang memiliki konsep “social impact”, dengan manfaat yang dirasakan langsung oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi.
Kinerja Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) karya ini makin cemerlang dengan masifnya pembangunan infrastruktur yang digenjot oleh pemerintah.
Terbukti, kontrak baru WIKA per Oktober 2017, sebesar Rp34,67 triliun, meningkat 33,94% (yoy) dan telah mencapai 80,16% dari target kontrak baru 2017 yaitu sebesar Rp43,25 triliun. Jumlah aset WIKA meningkat dari Rp21,94 triliun pada kuartal III 2016 menjadi Rp40,05 triliun pada kuartal III 2017 meningkat 82,54%.
Dari sisi laba, WIKA mampu mengantongi laba hingga Rp682,64 miliar pada kuartal III 2017 atau meningkat 46,66% dari laba bersih perseroan sebesar Rp465,46 miliar pada kuartal III 2016.
"WIKA menjadi BUMN karya dengan jumlah laba bersih terbesar ketiga pada kuartal III 2017 di bawah PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) sebesar Rp2,57 triliun dan PTPP sebesar Rp989,98 miliar," kata Direktur Keuangan WIKA Steve Kosasih melalui keterangan tertulisnya, yang dirilis Jumat (1/12/2017).
Kenaikan laba bersih didorong oleh pertumbuhan penjualan bersih yang meningkat dari Rp9,34 triliun pada kuartal II 2016 menjadi Rp15,88 triliun pada kuartal III 2017 atau mengalami peningkatan 69,99%. Dengan total penjualan tersebut, WIKA menjadi BUMN karya dengan jumlah penjualan bersih terbesar kedua pada kuartal III 2017 di bawah WSKT sebesar Rp28,53 triliun.
Dengan pencapaian tersebut, membuat WIKA optimistis kinerja tahun depan masih akan positif. Pertumbuhan double digit masih bisa diperoleh emiten pelat merah tersebut.
Tahun ini, WIKA menargetkan perolehan kontrak Rp103,25 triliun. Hingga kuartal III 2017, realisasinya sudah lebih dari 90%. Jika target tahun ini 100% terpenuhi, maka perolehan kontrak tahun depan WIKA bisa tumbuh jadi sekitar Rp128,03 triliun.
WIKA menargetkan pendapatan tahun ini Rp25,75 triliun. Target laba bersihnya dipatok pada angka Rp1,22 triliun.
Mayoritas proyek yang dikerjakan WIKA adalah proyek milik BUMN ataupun BUMD. Tak melulu mengerjakan proyek di dalam negeri, WIKA juga sudah melebarkan sayap dengan menggarap proyek di luar negeri. Kini, perusahaan ini juga sedang membangun apartemen di Aljazair.
Cuma, keuangan WIKA juga terdampak banyaknya kontrak yang sudah diperoleh. Sebab, WIKA menggunakan kas untuk pembiayaan awal proyek. Ini antara lain terjadi saat WIKA mengerjakan proyek jalan tol.
Hal ini akhirnya membuat posisi kas tertekan. Selain itu, kewajiban financing perusahan konstruksi ini menjadi lebih tinggi. Namun, manajemen WIKA menyebut hal tersebut adalah konsekuensi dari pertumbuhan kontrak yang sudah diraih perusahaan.
Berdasarkan keterbukaan informasi Perseroan yang dirilis pada Jumat, (1/12/2017). Gearing ratio secara gross WIKA pada kuartal III 2017 sebesar 0,65 dengan covenant 2,5. "Sehingga WIKA masih memiliki kemampuan berhutang yang tinggi," kata Direktur Keuangan WIKA Steve Kosasih. (RiP)