Tiga Sektor Ekonomi Kreatif yang Menjadi Primadona

ilustrasi
ilustrasi | Dok. AnrepID

Perkembangan ekonomi kreatif sangat dipengaruhi oleh unsur inovasi, kreativitas, dan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) modern. Ekonomi kreatif ala pemerintah Indonesia ini dibawa dari konsep ekonomi kreatif milik pemerintah Inggris, yang pada awal tahun 2000-an menyadari betapa aset bangsa yang dilahirkan sebagai produk kreatif mampu memberikan pemasukan besar bagi pemerintah Inggris.

Dengan memperhatikan infografis data statistik dan hasil survei Ekonomi Kreatif tahun 2016, terlihat bahwa Ekonomi Kreatif mampu memberikan kontribusi secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Pada tahun 2015, sektor ini menyumbangkan Rp852,24 triliun terhadap PDB nasional (7,38%), menyerap 15,9 juta tenaga kerja (13,90%), dan nilai ekspor US$19,4 miliar (12,88%).

Data juga menunjukkan peningkatan kontribusi Ekonomi Kreatif yang signifikan terhadap perekonomian nasional dari tahun 2010-2015 yaitu sebesar 10,14% per tahun. Hal ini membuktikan bahwa Ekonomi Kreatif memiliki potensi untuk berkembang di masa mendatang.

Sebagai badan yang menangani ekonomi kreatif di Indonesia, Bekraf memang dituntut untuk meningkatkan daya saing ekenomi kreatif nasional. Bekraf juga diharapkan dapat menjadi penggerak perekonomian Indonesia ke depan.

Kepala Bekraf Triawan Munaf mengungkapkan, saat ini ada beberapa sektor ekonomi kreatif yang tengah berkembang dengan pesat dan memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan.

“Ada tiga sektor, pertama fashion, kuliner, sama crafts (kerajinan tangan/kriya), itu sudah besar dan kami mau akselerasi, dan ada lagi yang menjadi prioritas mau dikembangkan adalah games, aplikasi, musik, sama film,” ujar Triawan Munaf, seperti dikutip kompas.com.

Dari data yang dilansir Bekraf, secara kontribusi terhadap PDB per sub sektor, tercatat bahwa  kuliner menjadi sektor yang memberikan kontribusi cukup besar, yakni 41,69%. Kemudian disusul oleh fashion sebesar 18,15% dan kriya (crafts) sebesar 15,70%.

Adapun jika dilihat secara ekspor, fashion menjadi sektor yang cukup besar yakni sebesar 56%. Disusul oleh crafts 37% dan kuliner 6%, sementara untuk sektor lainnya tercatat hanya sebesar 1%. Sementara itu, diantara beberapa negara yang menjadi tujuan ekspor, Amerika Serikat menjadi negara dengan nilai ekspor terbesar yakni 31,72%. Kemudian Jepang  6,74%, Taiwan 4,99%, Swiss 4,96% dan Jerman 4,56%. Sedangkan negara lainnya tercatat hanya sebesar 2-3 persen.

Selain tiga sektor itu, Bekraf juga terus berupaya meningkatkan kesadaran para pemangku kepentingan untuk menyadari betapa pentingnya upaya bersama mendorong sektor ekonomi kreatif lain.

“Termasuk sub-sektor film, animasi dan video, desain produk, desain komunikasi visual, televisi, radio, musik dan penerbitan yang diharapkan ke depannya akan menjadi salah satu penggerak perekonomian nasional Indonesia,” ungkap Triawan.

Selanjutnya, Triawan Munaf menjelaskan bahwa sebagai badan yang baru dibentuk di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Bekraf terus berusaha mengembangkan ekonomi kreatif dengan berbagai pihak.

“Terus terang kami baru berjalan efektif satu tahun, karena tahun pertama kami betul-betul menyusun birokrasinya, strukturnya,” kata Triawan.

Menurutnya, dalam waktu yang relatif singkat, Bekraf secara perlahan mampu mengakselerasi ekonomi kreatif nasional, hal itu terlihat dari data ekonomi kreatif yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS).

“Tetapi sudah mulai terasa perkembangannya, kemarin diukur oleh BPS, yaitu ekonomi kreatif diukur bahwa kontribusi kepada PDB naik signifikan,” jelasnya.

Ekonomi kreatif sendiri mencakup 16 subsektor yaitu bidang aplikasi dan game developer, arsitektur, desain interior, desain komunikasi visual, desain produk, fashion, film, animasi, dan video, fotografi, kriya (craft), kuliner, musik, penerbitan, periklanan, seni pertunjukan, seni rupa, dan televisi & radio.(DD)