Menengok Pertumbuhan Ekonomi Nasional di 2016

ilustrasi
ilustrasi | 123rf.com

Jika dilihat secara global, pertumbuhan ekonomi dunia untuk tahun 2016 cukup melemah dibandingkan dengan realisasi tahun 2015. Dimana menurut data dari International Monetary Fund (IMF) dalam World Economic Outlook (WEO) edisi Oktober 2016, pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2016 diprediksi sebesar 3,1% yoy (year on year), atau menurun jika dibandingkan tahun 2015 yaitu sebesar 3,2% yoy.

Namun, di tengah terkatung-katungnya perekonomian global, ekonomi nasional masih bisa survive. Ketika pertumbuhan ekonomi negara-negara lain terpuruk, bahkan minus, ekonomi Indonesia tetap bertumbuh. Lebih dari itu, perekonomian domestik menunjukkan tanda-tanda pembalikan.

Meski masih terlihat samar, namun sinyal pembalikan ekonomi Indonesia tercermin pada perkembangan pertumbuhan ekonomi dalam dua tahun terakhir. Jika pada 2015 tumbuh 4,88% maka ekonomi domestik pada 2016 tumbuh 5,02%.

Selain mampu memacu pertumbuhan ekonomi di tengah kondisi sulit, Pemerintah juga dinilai cukup berhasil dalam membangun postur APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dengan resiliensi atau elastisitas tinggi. Disadari atau tidak, APBN 2016 ini sejatinya menghadapi risiko guncangan fiskal cukup berat akibat perlambatan ekonomi global yang menyebabkan penerimaan negara dari sektor perpajakan meleset dari target.

Namun, melalui belanja yang efektif dan efisien, Pemerintah berhasil menjaga APBN tetap memiliki kemampuan beradaptasi dan tak goyah dalam situasi sulit. Fakta bahwa APBN memiliki resiliensi tinggi tergambar pada defisit dan rasio utang yang terus berada di level aman dan di bawah ketentuan UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Defisit APBN selalu dikawal pada level 2,0-2,5% terhadap produk domestic bruto (PDB). Bahkan PDB periode 2016 berhasil tumbuh mencapai 5,02% yoy.

Bahkan, outlook peringkat Indonesia alami tren peningkatan, setelah beberapa lembaga pemeringkat dunia seperti Japan Credit Rating Agency, Ltd (JCRA), Moody’s Investors Service (Moody’s) dan Fitch Ratings (Fitch) melakukan perbaikan terhadap “Outlook Sovereign Credit Rating Republik Indonesia”. Hal ini diyakini menjadi keberhasilan Indonesia dalam menjaga stabilitas makroekonomi.

Terbaru JCRA telah meningkatkan outlook peringkat kredit Indonesia dari stable menjadi positive. JCRA mengafirmasi peringkat utang jangka panjang berdenominasi valuta asing Indonesia pada peringkat BBB- (Investment Grade). Peringkat BBB- dari JCRA ini telah diterima Indonesia sejak 2010, lalu.

“Peningkatan outlook Indonesia ini didasarkan pada makin kuatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang didukung konsumsi rumah tangga yang stabil, defisit fiskal yang terjaga, tekanan dari sektor eksternal yang mulai mereda, cadangan devisa yang meningkat serta kondisi sektor perbankan nasional yang stabil,” ungkap Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Nufransa Wira Sakti pada laman resmi Kementerian Keuangan, Jumat (17/3/2017).

Selain itu, pada Februari 2017, Moody's memperbaiki “Outlook Sovereign Credit Rating Republik Indonesia” dari stable menjadi positive, sekaligus mengafirmasi rating pada Baa3 (investment grade) pada 8 Februari 2017.

Sementara sebelumnya pada Desember 2016, lembaga pemeringkat Fitch telah meningkatkan outlook peringkat Indonesia dari stable ke positive sekaligus mengafirmasi rating pada BBB- (Investment Grade) pada 21 Desember 2016.

Semua perubahan outlook Indonesia ditenggarai merupakan imbas dari pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2016. Dimana jika dilihat dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh lapangan usaha jasa keuangan dan asuransi sebesar 8,90%. Tingginya pertumbuhan sektor jasa keuangan dan asuransi memberikan dampak positif bagi kinerja perusahaan di sektor perbankan yang juga terus menunjukkan peran dan kontribusinya dalam memperkuat perekonomian nasional.

Sementara itu, seiring dengan program Nawacita dari Pemerintah, pada 2016 Pemerintah juga meningkatkan angaran belanjanya menjadi Rp481,3 triliun, angka ini naik jika dibandingkan tahun 2015 yang hanya mencapai Rp417,5 triliun. Dimana salah satu penggunaan anggaran belanja negara tersebut dipergunakan untuk program percepatan pembangunan di sektor infrastruktur.(DD)