PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN, menargetkan akan ada penambahan kapasitas terpasang sebesar 3.963 Megawatt (MW) sepanjang tahun ini. Dengan demikian, realisasi megaproyek 35.000 MW dapat meningkat menjadi sekitar 7.000 MW atau 20% dari total kapasitas yang ingin dibangun.
Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN, Supangkat Iwan Santoso, mengungkapkan tambahan kapasitas itu berasal dari sejumlah pembangkit yang siap beroperasi pada tahun in, di mana tambahan terbesar berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). “Ada banyak yang kecil-kecil (kapasitasnya), yang besar dari PLTU,” kata Iwan, dalam keterangannya yang dilansir Kontan.co.id, Selasa (29/1/2019).
Pada tahun ini, lanjut Iwan, setidaknya ada tiga PLTU baru yang akan beroperasi dengan kapasitas total sebesar 2.350 Megawatt (MW), yang berasal dari PLTU Jawa 7 dan Jawa 8 masing-masing berkapasitas 1.000 MW dan PLTU Lontar dengan kapasitas 350 MW.
Iwan pun optimsitis, megaproyek 35.000 MW bisa rampung antara tahun 2022-2023. “Perkiraan kami selesai di tahun 2022, sebagian kecil ada di 2023, disesuaikan dengan rencana RUPTL,” jelasnya.
Sementara itu, PLN menyebut kebutuhan batu bara tahun ini sebesar 96 juta ton atau meningkat sekitar 5% dari tahun lalu, yakni 91,1 juta ton. Meski begitu, angka tersebut lebih rendah dari rencana awal 100 juta ton.
Iwan mengatakan, peningkatan itu mengacu kebutuhan PLTU yang akan beroperasi tahun ini. “Itu sudah termasuk dengan pembangkit yang baru,” ujar Iwan, seperti dikutip Katadata.co.id, Selasa (29/1/2019).
Karena adanya peningkatan kebutuhan batu bara tersebut, kata Iwan, maka PLN menginginkan Pemerintah tetap memberlakukan kewajiban memasok batu bara ke dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) sebesar 25% yang berlaku bagi perusahaan batu bara. Adapun, batas bawah batu bara yang dijual PLN sebesar US$60 per ton, dan batas atas US$70 per ton.
“Kami berharap DMO tetap diberlakukan. Kalau iuran atau subsidi dari perusahaan atau pemerintah untuk PLN kurang tepat,” imbuhnya.
Adapun, pada tahun ini ditargetkan ada lima pembangkit yang masuk dalam Proyek 35.000 MW beroperasi tahun ini. Kelima proyek itu yakni Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Priok di Jakarta Utara, PLTGU Grati di Jawa Timur, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa 7, PLTU Jawa 8, PLTU Lontar di Banten.
PLTGU Priok memiliki kapasitas 800 Megawatt (MW), PLTGU Grati 760 MW. Lalu PLTU Jawa 7 dengan kapasitas 1.000 MW, PLTU Jawa kapasitas 8 1.000 MW, dan PLTU Lontar 350 MW.
Dengan beroperasinya lima pembangkit itu, cadangan listrik untuk wilayah Jawa-Bali bisa diharapkan bisa meningkat lebih dari 30%. “Jadi 2019 target cadangan listrik Jawa-Bali status hijau,” ucap Iwan.
Menurut Iwan, tahun lalu cadangan listrik Jawa-Bali pada 2018 masih di bawah 30% atau memiliki status kuning. Ini disebabkan meningkatnya konsumsi listrik oleh masyarakat Jawa-Bali. Adapun, wilayah yang memiliki cadangan listrik di bawah 30% yaitu Papua Barat, Maluku Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah.(DD)