PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum terus melakukan negosiasi pengambilalihan 51% saham PT Freeport Indonesia, meski harus melalui perundingan yang cukup panjang terkait adanya beberapa kendala yang menghambat penyelesaian negoisasi tersebut.
Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin mengatakan, kendala yang dihadapinya adalah transaksi pembelian saham Inalum. “Kalau soal Freeport ini transaksi tersulit. Ini satu aset milik bangsa dan tambang emas terbesar di dunia ini bisa kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi,” ujar Budi Gunadi Sadikin, dalam keterangannya yang dilansir Sindonews.com, Senin (4/6/2018).
Meski terlihat cukup sulit, Budi menegaskan perkembangan terakhir mengenai transaksi ini mulai mengalami peningkatan. Di mana pihaknya telah menetapkan komitmen pendanaan untuk mengambil alih Freeport.
“Tapi kalau saya bilang pencapaiannya beberapa minggu terakhir cukup signifikan. Komitmen pendanaannya soalnya sudah ada, tunggu transaksinya terjadi,” kata Budi.
Menurutnya, saat ini telah ada tujuh perbankan yang siap berpartisipasi memberikan pembiayaan untuk membeli hak partisipasi (participating interest) Rio Tinto yang ada di Freeport Indonesia.
Budi memastikan, tujuh bank tersebut sudah setuju dengan syarat dan ketentuan yang diajukan. “Jadi karena memang asetnya bagus, dari pembiayaan enggak ada masalah,” ucapnya.
Budi menjelaskan, transaksi akuisisi saham Freeport yang membutuhkan pendanaan besar tersebut termasuk transaksi yang unik. Sebab pada umumnya, perundingan akuisisi akan melakukan transaksi terlebih dulu baru menyiapkan pendanaan. Sedangkan dalam perundingan Freeport ini, pendanaan sudah diperoleh namun transaksi masih berlangsung.
“Ini adalah salah satu transaksi agak unik, biasanya terjadi dulu baru dapat komitmen pendanaannya. Sekarang ini bisa tegas komitmen pendanaan sudah tinggal transaksi terjadi. Pendanaan dari konsorsium bank-bank sudah, tinggal transaksi terjadi. Sulit atau enggak? Sulit, karena bukan hanya dengan Freeport tapi juga Rio Tinto. Ada saham ada participating interest,” jelas Budi, seperti dikutip Merdeka.com, Senin (4/6/2018).
Untuk itu, Budi menegaskan, Pemerintah bersama holding tambang tidak akan terburu-buru melakukan penyelesaian perundingan. “Mesti tanya sama yang janji (Juni selesai). Untuk kita mending transaksi benar bukan terburu-buru tapi tidak benar. Takut sudah ngomong tapi tidak bisa tercapai,” tandasnya.(DD)