Meningkat 3,22%, Garuda Indonesia Kantongi Pendapatan US$3,21 Miliar

ilustrasi
Direktur Utama Garuda Indonesia, Ari Ashkara, saat menyapa para penumpang | Dok. Garuda Indonesia

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) berhasil mengantongi pendapatan usaha sebesar US$3,21 miliar pada kuartal III/2018, atau naik 3,22% dari periode sama tahun sebelumnya US$ 3,11 miliar. Meningkatnya pendapatan usaha tersebut, berhasil menekan kerugian Perseroan yang turun menjadi US$114,08 juta setara Rp1,66 triliun (kurs Rp14.600 per dolar AS) pada kuartal ketiga tahun ini, dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yaitu US$222,03 juta atau setara Rp3,24 trilun.

Kontribusi terbesar dari peningkatan pendapatan usaha Perseroan berasal dari penerbangan berjadwal sebesar US$2,56 miliar. Pendapatan usaha juga diperoleh dari penerbangan tidak berjadwal sebesar US$254,75 juta dan pendapatan lainnya sebesar US$397,96 juta. Sementara untuk penerbangan tak berjadwal tercatat turun tipis.

Walaupun rugi bersih emiten berkode GIAA ini membaik, tetapi keuntungan kurs Perseroan semakin melebar. Bila pada sembilan bulan pertama tahun lalu hanya US$16,03 juta, kini jumlahnya mencapai US$52,35 juta atau melejit sampai 226,57 persen.

Tak ayal, pos pendapatan usaha lainnya naik signifikan menjadi US$61,9 juta dari yang hanya US$14,92 juta. Sementara, jumlah beban usaha juga meningkat meski tipis dari US$3,23 miliar menjadi US$3,35 miliar.

Seperti pada periode sebelumnya, beban usaha terbesar dikontribusi oleh operasional penerbangan yang menyentuh angka US$2,02 miliar. Jumlah itu kian besar dari kuartal ketiga tahun lalu yang sebesar US$1,86 miliar.

Dari sisi aset, Garuda Indonesia membukukan pertumbuhan aset sebesar 9,3% menjadi US$4,11 miliar bila dibandingkan dengan akhir Desember 2017 sebesar US$3,76 miliar. Angka itu terdiri dari liabilitas jangka pendek sebesar US$2,28 miliar, liabilitas jangka panjang sebesar US$1,01 miliar, dan ekuitas sebesar US$808,42 juta.

Direktur Keuangan Garuda Indonesia, Fuad Rizal, mengatakan Perseroan menargetkan rugi bersih bisa ditekan menjadi di bawah US$50 juta. Ini khususnya ditopang oleh musim liburan pada Desember 2018 mendatang.

“Lalu khususnya karena kenaikan harga di seluruh rute,” kata Fuad, seperti dikutip CNNIndonesia.com, Jumat (23/11/2018).

Sebelumnya, Direktur Utama Garuda Indonesia, Ari Ashkara, menargetkan rugi bersih tahun ini bisa semakin ditekan hingga di bawah US$100 juta atau setara dengan Rp1,46 triliun.

Menurutnya, salah satu cara yang akan ditempuh manajemen adalah memperluas pasar dengan menyediakan fasilitas penerbangan tambahan untuk umrah, destinasi China, dan Jepang.

“Ini untuk carter dan domestik. Kemudian, rute-rute domestik yang sebelumnya dimiliki oleh pesaing,” imbuh Ari.

Dalam keterangan yang dilansir Kumparan.com, Jumat (23/11/2018), disebutkan bahwa meski laporan keuangan masih negatif, pencapaian pada kuartal III/2018 ini, menunjukkan tren positif di tengah beratnya industri penerbangan Indonesia di 2018. Industri penerbangan nasional terpukul oleh kenaikan harga minyak dunia dan pelemahan rupiah pada periode Januari-September 2018.

Avtur, bahan bakar pesawat, menyumbang sekitar 37-40 persen terhadap total biaya di maskapai. Sementara itu, 75% biaya di maskapai nasional dalam bentuk valuta asing (dolar AS), namun mayoritas pendapatan berdenominasi rupiah.(DD)