Sebagai salah satu produsen semen terbesar di Indonesia, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk atau Indocement, turut peduli akan rumah tinggal yang layak huni dan aman bagi masyarakat Indonesia. Untuk itu, belum lama ini, Indocement mengajak 500 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia untuk unjuk gigi dalam ajang Fabricated House Competition (FHC) 2016, yang digelar di Sporthall PT Indocement, Citeureup, Kabupaten Bogor, Kamis (10/11/2016).
Dalam ajang tersebut, seluruh peserta dari jurusan ilmu Teknik Sipil dan Arsitek ini ditantang untuk membangun miniatur rumah pabrikasi dengan skala 1 banding 2,5 dalam waktu 3 jam saja.
Marketing Service PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Kelvin Tjandar mengatakan, Fabricated House Competition merupakan bagian dari salah satu kategori kompetisi Indocement Awards 2016.
Kelvin menjelaskan, Fabricated House Competition adalah kompetisi perancangan rumah pabrikasi berbasis semen, berkonsep open frame, di mana panel-panel dinding bersifat nonstruktural.
“Dengan adanya kompetisi ini, diharapkan para mahasiswa dapat mengembangkan kreativitasnya untuk menciptakan rumah pabrikasi yang memperhatikan unsur kelayakan, kekuatan, kekakuan (stabilitas), inovasi, keekonomisan, keramahan lingkungan, keawetan serta kemudahan pelaksanaan dan kemanan,” kata Kelvin, Kamis (10/11/2016).
Ada delapan tim dari delapan perguruan tinggi yang masuk dalam babak final ini, yaitu Universitas Negeri Malang, Universitas Maranatha, dan Unika Atmajaya Yogyakarta. Menyusul Universitas Brawijaya, Universitas Islam Indonesia, Institut Teknologi Sepuluh November, Politeknik Negeri Bandung dan Universitas Lampung.
Sementara itu, Ketua Dewan Juri Fabricated House Competition 2016 Tavio mengungkapkan, tujuan kompetisi ini bukan sekadar ajang lomba antarmahasiswa, namun dapat diaplikasikan masyarakat.
“Intinya adalah menggunakan bahan ramah lingkungan, murah, dan pemasangannya mudah, sehingga masyarakat dapat memasang sendiri. Jadi, beli pasang sendiri. Ongkosnya juga bisa ditekan semurah mungkin,” kata Tavio.
Tavio berpandangan, kompetisi seperti ini perlu mendapat dukungan dari pihak industri dan Pemerintah. Banyak dari kalangan akademisi seperti mahasiswa yang selama ini mengembangkan karya-karyanya, namun kurang mendapat perhatian baik dari pihak industri atau pun Pemerintah.
Tak hanya itu, Tavio melanjutkan, seharusnya karya-karya yang dihasilkan dari tangan mahasiswa bisa didistribusikan sampai ke hilir dan dimanfaatkan masyarakat.
“Mahasiswa-mahasiswa di perguruan tinggi itu karyanya banyak, tapi nggak tahu harus dikemanakan setelah itu. Semoga ini tidak mentok hanya sekedar pemenang lomba saja. Kalau masih ada kekurangan, masih bisa kita tingkatkan lagi supaya lebih murah,” papar dia.
Tavio mengungkapkan, untuk satu unit rumah pabrikasi tipe 36 berkisar antara Rp60 juta sampai Rp100 juta.
Ini mungkin rumah yang sangat murah. Namun sayangnya, rumah pabrikasi ini belum diproduksi secara massal. Jika sudah diproduksi secara massal, lanjutnya, mungkin bisa turun 20 persen hingga 30 persen dari harga tersebut.
“Bisa sangat terjangkau. Nanti kerjasama dengan pihak Pemerintah dan bank sehingga bisa dikreditkan jauh lebih murah lagi. Cuman ini belum bersambut, masih sebatas karya mahasiswa,” katanya. (DD)