PT Barata Indonesia (Persero) terlihat semakin menggeliat dalam meningkatkan kinerja bisnisnya dengan berhasil mencatatkan nilai kontrak sebesar Rp5 triliun hingga Agustus 2018. Perseroan pun kian optimistis, dengan menargetkan raihan pendapatan sekitar Rp2,5 triliun di tahun ini.
Silmy Karim, Presiden Direktur Barata Indonesia mengatakan, perolehan nilai kontrak sebesar Rp5 triliun tersebut terdiri dari manufaktur, pembangkit, maupun minyak dan gas.
“Angka ini merupakan akumulasi kontrak lama dan kontrak baru yang diterima Perseroan hingga Agustus 2018,” ujar Silmy, seperti dilansir Kontan.co.id, Minggu (2/9/2018).
Menurut Silmy, 60% kontrak yang diperoleh tersebut didominasi oleh sektor pabrik gula dan pembangkit listrik.
“Adapun kontrak yang telah diperoleh dan ditangani perusahaan hingga Agustus 2018 di antaranya 4 proyek pabrik gula, 1 pabrik bioetanol, 3 proyek PLTMH, 1 proyek PLTG,” imbuhnya.
Silmy menambahkan, selain itu Perseroan juga tengah menghadapi 2 proyek minyak dan gas, 2 proyek pabrik garam, 1 proyek crane plabuhan, dan beberapa di PUPERA di Ditjen sumber daya air, dan pembuatan komponen pembangkit maupun kereta api.
Sementara untuk kontrak baru, tambah Silmy, tahun Ini Perseroan menargetkan bisa memperoleh nilai kontrak baru sebesar Rp3,6 triliun atau naik sekitar 12,5% dari realisasi nilai kontrak tahun 2017.
“Tahun lalu realisasinya Rp3,2 triliun dan tahun ini harapannya Rp3,6 triliun untuk kontrak baru, di mana saat ini yang sudah didapat sekitar Rp2,5 triliun,” ujarnya.
Oleh karena itu, tambah Silmy, dengan adanya kontrak-kontrak tersebut target pendapatan tahun 2018 yakni sebesar Rp2,5 triliun bisa terealisasi.
Barata Indonesia juga baru saja mendapatkan kontrak revitalisasi Pabrik Gula (PG) Gempolkrep milik PT Perkebunan Nusantara (Persero) X atau PTPN X, yang berada di Mojokerto.
Adapun untuk total nilai proyek yang didapatkan oleh Perseroan dalam pengerjaan proyek kali ini mencapai Rp866 miliar, dengan durasi pengerjaan kurang lebih selama 15 bulan.
“Proyek PG Gempolkrep merupakan proyek industri gula keempat, yang berhasil diperoleh Barata Indonesia dalam kurun waktu dua tahun terakhir. Dengan pengalaman yang kami miliki, Barata memang ingin menjadi solution provider bagi proyek-proyek industri Agro, khususnya industri gula nasional,” tutur Silmy, dalam keterangannya yang dikutip dari Kompas.com, Minggu (2/9/2018).
Sebelum mendapatkan proyek untuk pengerjaan PG Gempolkrep, Barata Indonesia sempat tercatat mendapatkan proyek revitalisasi untuk tiga pabrik gula. Yakni, PG Rendeng milik PT Perkebunan Nusantara (Persero) IX atau PTPN IX, PG Asembagus milik PT Perkebunan Nusantara (Persero) XI atau PTPN XI, serta PG Bombana.(DD)