Anak usaha PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) atau Pelindo II, yakni PT Indonesia Kendaraan Terminal (IKT) akan menawarkan sebanyak-banyaknya 561.101.600 saham atau sebesar 30% dari modal ditempatkan dan disetor penuh Perseroan, melalui Initial Public Offering (IPO).
Dalam keterangan yang dilansir Kontan.co.id, Senin (28/5/2018), dijelaskan bahwa penawaran awal (bookbuilding) telah berlangsung pada 24 Mei 2018 hingga 22 Juni 2018. Rencananya, pencatatan perdana saham (listing) di Bursa Efek Indonesia (BEI) dijadwalkan pada 10 Juli 2018. IKT bakal melepas harga saham di pasar perdana dikisaran Rp 1.610 – Rp 2.250, dan menargetkan menghimpun dana maksimal Rp903 miliar hingga Rp1,26 triliun.
IKT berambisi mengembangkan pasarnya di kancah internasional demi mewujudkan target menjadi pengelola terminal mobil terbesar kelima di dunia pada 2022.
Direktur Utama PT Indonesia Kendaraan Terminal, Chiefy Adi Kusmargono mengatakan, pasca IPO, pihaknya akan roadshow secara paralel ke beberapa negara di Asia sampai Inggris untuk memperkenalkan IKT kepada investor luar.
“Kita ke depan akan melaksanakan roadshow paralel karena mengejar Lebaran. Roadshow dilaksanakan di Thailand, Singapura, Kuala Lumpur, Hong Kong, dan London. Ada juga beberapa calon investor dari Korea Selatan yang datang ke kita,” ujar Chiefy, seperti dikutip Liputan6.com, Senin (28/5/2018).
Menurut Chiefy, Persroan juga akan menggelar penguatan untuk menjelaskan berbagai pertanyaan dari calon investor internasional mereka. Adapun salah satu calon mitra strategis IKT, kata Chiefy, merupakan salah satu operator pengelola terminal mobil terbesar di kawasan Asean.
“Kita menawarkan salah satunya kepada operator terbesar di Asean, untuk ikut membeli saham kita. Ketika mereka bergabung, maka dua operator terbesar di Asean nanti bisa bekerjasama secara langsung. Sehingga bisa mengembangkan terminal kendaraan di wilayah Asean, Amerika Latin, Afrika, dan pelabuhan-pelabuhan di wilayah tujuan ekspor kita dan ekspor operator tersebut,” tuturnya.
Lewat kerja sama tersebut, lanjut Chiefy, akan diawali dengan joint operation sebelum kemudian berkembang menjadi joint venture. “Kepemilikan sahamnya joint operation dulu, baru jadi joint venture. Itu nanti tergantung dari feasibility setelah dilakukan joint venture,” ungkapnya.(DD)