PERFORMANCE HIGHLIGHT
Produksi Minyak Nnasional meningkat menjadi 831 Mbopd
Tahun 2016 bukan merupakan tahun mudah bagi industri hulu minyak dan gas bumi Indonesia. Realisasi harga minyak dunia yang lebih rendah dibanding tahun-tahun sebelumnya, membuat rencana kerja yang disusun sebelumnya harus dievaluasi secara menyeluruh. Efisiensi, menjadi kata kunci industri hulu minyak dan gas bumi untuk dapat tetap bertahan tanpa menurunkan target operasi dan mengabaikan standar keselamatan kerja dan lingkungan.
Kinerja industri hulu minyak dan gas bumi sepanjang tahun 2016, menggembirakan. Pencapaian produksi lebih dari yang ditargetkan dan tidak terjadi kecelakaan kerja yang berarti. Pencapaian kegiatan untuk mendukung kinerja jangka menengah dan panjang, yang tercermin melalui capaian usaha untuk menekan decline rate dan menambah cadangan, juga melebihi target. Bahkan untuk pertama kalinya sejak tahun 2008, produksi minyak nasional meningkat (inclined) dari rata-rata 786 ribu barel per hari ("Mbopd") di tahun 2015 menjadi 831 Mbopd di tahun 2016.
Pada tahun 2016, untuk pertama kalinya sejak tahun 2008, terjadi peningkatan produksi (inclined) sebesar 5,7% dibandingkan tahun 2015 terutama karena Lapangan Banyu Urip yang sudah berproduksi penuh. Namun disayangkan, volume yang terproduksi tidak diimbangi dengan volume tambahan cadangan baru dari sisi eksplorasi. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2012-2016) terus terjadi penurunan jumlah realisasi pemboran sumur eskplorasi, dari 119 sumur pada tahun 2012 menjadi hanya 43 sumur pada tahun 2016.
Total Recoverable Resources Minyak Nasional mencapai 3,1 miliar standar barel ("Bstb")
Cadangan migas nasional secara umum tersebar di seluruh nusantara mulai dari pulau Sumatra hingga Papua dengan kecenderungan besaran cadangan di wilayah barat lebih besar daripada di wilayah timur. Pada status 1 Januari 2016, cadangan minyak (3P) secara total sebesar 7.251,11 juta standar barel ("MMstb") dan cadangan gas (3P) secara total mencapai 144 triliun standar kaki kubik ("Tscf"). Selain cadangan, prospek sumber daya migas nasional masih cukup besar. Total recoverable resources minyak nasional selain cadangan mencapai 3,1 miliar standar barel ("Bstb") sedangkan untuk gas sebesar 48 Tscf, dengan jumlah terbesar terdapat di wilayah Jawa, Papua, dan Sumatra.
Dalam upaya meningkatkan status dari resources ke proven resources, perlu pelaksanaan program eksplorasi secara lebih intensif. Idealnya untuk setiap setara barel migas yang diproduksikan, segera tergantikan oleh satu setara barel migas yang ditemukan. Laju penemuan cadangan baru terhadap cadangan yang terproduksikan disebut reserve replacement ratio ("RRR"). Berdasarkan 48 usulan plan of development ("POD"), put on production ("POP"), dan/atau plan of further development ("POFD") yang disetujui dan dengan adanya tambahan cadangan lainnya dari Lapangan Banyu Urip-ExxonMobil Cepu Limited ("EMCL") sebesar 49 juta barel minyak ("MMbo"), pencapaian RRR pada tahun 2016 sebesar 64% dengan perincian RRR minyak sebesar 99% dan gas sebesar 39%.
Total POD/POFD/POP aktif di tahun 2016 adalah sebanyak 424 POD/POFD/POP
Sampai dengan akhir tahun 2016 terdapat 110 WK eksplorasi migas konvensional aktif. Akan tetapi WK yang dapat diukur untuk pemenuhan komitmen pasti berjumlah 95 WK dengan syarat berumur lebih dari 3 tahun dan tidak sedang dalam proses terminasi. Dari 95 WK tersebut, 42 WK telah memenuhi seluruh komitmen pasti dan 53 WK belum memenuhi komitmen pasti.
WK Nunukan-PHE Nunukan adalah satu-satunya WK tahap eksplorasi yang telah memperoleh persetujuan POD-1 oleh Menteri ESDM. Dengan persetujuan tersebut maka jumlah WK dengan status eksploitasi bertambah menjadi 85 WK. Hingga Desember 2016, SKK Migas telah memberikan total 48 persetujuan POD kepada Kontraktor KKS yang terdiri dari 1 POD-1, 7 POD, 37 POFD, dan 3 POP. Adapun perkiraan biaya investasi dan operasi yang dikeluarkan oleh Kontraktor KKS.
SKK Migas telah menyutujui sebanyak 495 POD/POFD/POP sejak tahun 2003 sampai dengan 2016. Namun dari 495 POD/POFD/POP tersebut terdapat 71 POD/POFD/POP berstatus tidak aktif dikarenakan POD telah selesai (mati dan tidak ada produksi) sehingga perlu dilakukan revisi, menjadi POD baru, atau dibatalkan karena masalah teknis dan keekonomian. Total POD/POFD/POP aktif di tahun 2016 adalah sebanyak 424 POD/POFD/POP dengan perkiraan kumulatif produksi minyak dan gas sebesar 3.113,39 MMbo dan 51.493,04 Bscf.
FINANCIAL HIGHLIGHT
Realisasi Investasi Sektor Hulu Migas
Pada tahun 2016, investasi industri hulu migas mencapai US$11,02 miliar atau sekitar 78% dari target di revisi work program and budget ("WP&B") tahun 2016, dan mengalami penurunan 25% dibandingkan realisasi tahun 2015, yang utamanya masih dipengaruhi oleh harga minyak yang berada di bawah US$60/bbl. Nilai investasi tersebut digunakan untuk membiayai kegiatan eksplorasi sebesar US$0,6 miliar (6%), kegiatan sumur pengembangan sebesar US$1,4 miliar (12%), kegiatan produksi sebesar US$8,1 miliar (74%), dan kegiatan administrasi sebesar US$0,9 miliar (8%). Dari komposisi tersebut, terlihat bahwa sebagian besar pengeluaran hulu migas diinvestasikan untuk kegiatan produksi dan pengembangan yang mencapai sebesar US$9,5 miliar (86%).
Kontinuitas investasi industri hulu migas di WK eksploitasi menjadi prioritas untuk menjaga profil produksi dan portofolio cadangan migas, serta memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan kapasitas nasional di sektor industri pendukung migas domestik. Oleh karena itu, perlu komitmen seluruh pihak terkait untuk bersama-sama menjaga iklim investasi yang kondusif.
Distribusi Penerimaan Sektor Hulu Migas
Penerimaan negara dari industri hulu migas periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2016 mencapai US$9,42 miliar dengan perincian untuk penerimaan dari minyak sebesar US$5,3 miliar dan dari gas sebesar US$4,1 miliar. Angka tersebut memenuhi 86% target penerimaan negara yang ditetapkan dalam APBN-P tahun 2016 sebesar US$10,9 miliar. Besaran penerimaan negara tersebut merupakan 38% dari total revenue yang dihasilkan oleh industri hulu migas. Dibandingkan dengan tahun 2015, penerimaan negara mengalami penurunan sebesar 21%, namun diikuti juga dengan penurunan pengembalian biaya operasi (cost recovery) sebesar 13%.
Indonesian Crude Price ("ICP") yang masih relatif cukup rendah, menyebabkan rasio penerimaan negara (Total GOI Take) terhadap pendapatan kotor (Gross Revenue) berada di kisaran di bawah 50%, sementara rata-rata rasio penerimaan Kontraktor KKS (Net Contractor Take) terhadap pendapatan kotor (Gross Revenue) sebesar 13%. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah masih mendapat benefit yang cukup, namun return on investment ("ROI") mitra Kontraktor KKS mengalami penurunan. Untuk itu, perlu dukungan pemerintah dalam memberikan deregulasi yang lebih sederhana, serta insentif fiskal secara selektif, untuk menjaga iklim investasi di hulu migas yang kondusif dan tetap menguntungkan.
Transfer Aset/Material
Nilai penghematan dari optimalisasi pemanfaatan aset pada tahun 2016 sebesar US$51 juta dari target US$35 juta yang terdiri dari kegiatan transfer material sebesar US$12,9 juta, penghematan dari penggunaan aset bekas pakai (ex-used) sebesar US$13 juta, dan penghematan dari cost sharing pemanfaatan aset bersama/facility sharing agreement ("FSA") sebesar US$25 juta. Sepanjang tahun 2016, selain pemanfaatan aset melalui transfer material, terdapat 10 perjanjian FSA yang mendapatkan persetujuan SKK Migas. Sebanyak 9 perjanjian di antaranya merupakan FSA antar Kontraktor KKS, sementara 1 perjanjian merupakan pemanfaatan fasilitas Kontraktor KKS oleh pihak ketiga di luar industri hulu migas, berupa perjanjian pemanfaatan Bandar Udara Khusus Matak ConocoPhillips Indonesia Inc. Ltd. oleh PT. Travel Express Aviation Services (Xpressair).
RENCANA STRATEGIS
Penyelesaian proyek fasilitas produksi migas diharapkan dapat menambah usaha peningkatan produksi migas nasional. Upaya peningkatan produksi dan cadangan terus dilakukan oleh SKK Migas bersama Kontraktor Kontrak Kerja Sama ("KKS"). Sejak awal tahun 2016, telah dilakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi dalam rangka memenuhi target produksi dan penemuan cadangan baru.
Dalam upaya ekstensifikasi, SKK Migas terus mendorong Kontraktor KKS untuk meningkatkan cadangan dan produksi migas dengan melakukan kegiatan eksplorasi, baik di wilayah kerja ("WK") eksplorasi maupun WK eksploitasi. Cakupan kegiatan pada tahap eksplorasi meliputi kegiatan survei geofisika (survei seismik dua dimensi ("2D") dan seismik tiga dimensi ("3D")) dan pengeboran sumur eksplorasi. Khusus untuk WK gas metana batu bara ("GMB"), rangkaian kegiatan eksplorasi tersebut ditambah dengan kegiatan pengeboran GMB (eksplorasi dan corehole) dan production test. Percepatan pengembangan bisnis hulu migas tak melulu soal teknologi. Penyiapan sumber daya manusia yang mumpuni juga menjadi perhatian besar manajemen SKK Migas. Komitmen untuk memberi pengetahuan tentang teknologi terbaru di bidang hulu migas menjadi tantangan terbesar untuk kedepannya.
* Galeri memuat data laporan tahunan perusahaan-perusahaan di Indonesia. Informasi, permintaan pemuatan maupun perubahan, hubungi: info@annualreport.id