Presdir PT Astra Agro Lestari Tbk Santosa: Dongkrak Performa dengan Strategi Integrasi Sawit-Sapi

Presdir Astra Agro Lestari Santosa
Presdir Astra Agro Lestari Santosa | SM/Annualreport.id

Bisnis perkebunan bisa dibilang unik. Tidak seperti industri lain yang produksi dan harganya bisa dikontrol, bisnis perkebunan tidak demikian. Apalagi jika sudah menyangkut cuaca, dan kondisi alam. Semua di luar kemampuan manusia. Demikian yang dialami oleh PT Astra Agro Lestari Tbk, perusahaan dengan bisnis inti perkebunan kelapa sawit.

Dua tahun lalu, kinerja perusahaan ini sempat anjlok karena terpengaruh badai El Nino. Namun tahun ini membaik karena selain cuaca lebih bersahabat, juga karena average selling price (ASP) atau harga rata-rata jual CPO naik.

Hingga September 2017, laba bersihnya tumbuh double digit, baik dari sisi pendapatan maupun laba bersih. Astra Agro Lestari mencatatkan pendapatan sebesar Rp 12,5 triliun atau naik 30,3% secara year-on-year (yoy). Laba bersih ini naik 20,3% menjadi Rp 1,4 triliun.

Astra Agro Lestari juga mencatatkan volume penjualan minyak sawit dan turunannya sebesar 1,26 juta ton atau naik 15% yoy. Dalam riset yang dilansir pada 1 November 2017, sebagaimana dikutip Kontan, Frederick Daniel Tanggela, Analis PT Indo Premier Sekuritas memproyeksikan di akhir 2017 AALI bisa mencatatkan volume penjualan hingga 1,72 juta ton.

Analis Senior Henan Putihrai Sekuritas Yosua Zisokhi mengatakan, kinerja Astra Agro Lestari pada kuartal III 2017 kembali ke kondisi normal setelah pada 2016 kinerja Astra Agro Lestari sempat anjlok terimbas badai El-Nino.

Sebagaimana diketahui, Astra Agro Lestari berdiri sebagai perusahaan perkebunan kelapa sawit sejak 30 tahun yang lalu. Berawal dari perkebunan ubi kayu, kemudian mengembangkan tanaman karet, hingga pada tahun 1984, dimulailah budidaya tanaman kelapa sawit di Provinsi Riau.

Kini, Perusahaan ini terus berkembang dan saat ini menjadi salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan tata kelola terbaik dengan luas areal kelola mencapai 297.011 hektar yang tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.

Pada tahun 1997, Astra Agro Lestari melakukan Penawaran Saham Perdana (Initial Public Offering/ IPO) di Bursa Efek Indonesia dengan kode emiten AALI. Pada tahun 2016, perusahaan ini melakukan Penawaran Umum Terbatas (PUT) senilai kurang lebih Rp4 triliun.

Untuk menjaga keberlangsungan usaha, selain mengelola lahan perkebunan kelapa sawit, AALI juga mengembangkan industri hilir yaitu minyak sawit olahan dalam bentuk olein, stearin, dan PFAD, untuk memenuhi permintaan pasar ekspor antara lain dari Tiongkok dan Filipina. Mulai tahun 2016, AALI mengoperasikan blending plant atau pabrik pencampuran pupuk di Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah. Selain itu, Perusahaan juga mulai mengembangkan usaha integrasi sawit, yaitu peternakan sapi. Laba dari kedua bisnis ini memang cukup “legit”.

Berikut ini, wawancara Annualreport.id dengan Presiden Direktur PT Astra Agro Lestari Tbk Santosa, belum lama ini, di Hotel Sahid Eminence, Ciloto, Cipanas.

Pria kelahiran Mojokerto ini memulai karier di Grup Astra pada 1989, sesaat setelah lulus kuliah di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Sebelum menjabat sebagai Presiden Direktur AALI, Santosa sudah malang-melintang di berbagai anak perusahaan PT Astra International Tbk, dan melompat dari satu bidang ke bidang lain. Dari spesialis IT di Astra Graphia, Consulting Business Process di Digital Astra Nusantara, Business Development Manager di Astratel, Direktur Sales dan Marketing Asuransi Astra, dan kembali lagi ke Astra Graphia sebagai Direktur Keuangan.

Jadi, di grup perusahaan yang dikenal kompetitif seperti Astra, karier Santosa boleh dibilang melesat cukup gemilang. Kalau dihitung sejak masuknya pada 1989, dalam waktu sekitar 12 tahun ia “telah” mencapai level direktur.

Kinerja AALI pada Semester I 2017 cukup cemerlang. Lalu, seperti apa rencana bisnis yang akan dijalankan perusahaan ke depan?

Bisnis utama Astra Agro Lestari berada di sektor hulu sawit. Memang bisnis ini harus berkembang karena terdapat core and value chain yang menariknya ke depan.  Kita ingin membangun dari core business seperti pembibitan. Memang membuat varietas sendiri butuh waktu puluhan tahun. Setidaknya delapan terakhir sudah mengumpulkan koleksi bibit. Pengembangan varietas digunakan untuk internal seperti replanting. Sama halnya pengembangan bisnis pupuk.

Seperti apa arah pembangunan bisnis ini?

Kalau sepuluh tahun lalu, luasan lahan  terus kita tambah. Cari lahan memungkinkan, resource masih ada. Kondisi sekarang berbeda karena lahan terbatas. Persyaratan juga semakin ketat. Namun, perusahaan tidak boleh stagnan. Idenya ke situ membangun pupuk dan olein.

Bisnis pupuk ini untuk sinergi. Selanjutnya refinery satu step semua di olein dan refined PKO.

Dari data pertumbuhan produksi sawit yang dipaparkan, antara Sumatera  (39,1%), Sulawesi (16,6%), dan Kalimantan (44,3%), maka produksi di Kalimantan lebih besar. Bisa dijelaskan kenapa?

Bisnis perkebunan ini sebenarnya unik. Kenapa? Karena kita tidak bisa mengontrol harga. Berbeda dengan industri lainnya yang bisa mengontrol harga, bisa main diskon harga, dan sebagainya. Tidak demikian dengan perkebunan, khususnya perkebunan kelapa sawit. Salah satu faktornya adalah cuaca. Malah, dengan nada gurauan, kalau produksi anjlok, kita biasa mengatakan, itu karena cuacanya sedang buruk. Tapi kalau produksi bagus, kita mengatakan, itu karena manajemennya bagus. Ha ha ha...

Jadi, Astra Agro Lestari itu memang unik. Saya pikir, tahun ini agak recovery dibandingkan tahun sebelumnya, terutama dua tahun terakhir, karena faktor cuaca, yaitu adanya El-Nino, sehingga produksinya sempat drop. Untuk tahun ini, produksi kita mengalami kenaikan, karena recovery juga sudah berjalan.

Sedangkan mengenai perbedaan jumlah produksi antar daerah yaitu Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi, sebenarnya kalau dilihat dari per hektare sih, tidak terlalu berbeda. Memang ada masalah usia dan replanting atau peremajaan tanaman sawit. Karena di  Sumatera, replanting banyak kita lakukan, kalau yang di Kalimantan praktis tidak sebanyak yang di Sumatera, bahkan justru ada beberapa tanaman yang dulunya tidak tercatat, sekarang jadi menghasilkan sehingga produksinya tercatat.

Bisa dijelaskan tentang bisnis baru AALI, yaitu peternakan sapi?

Ini adalah salah satu perluasan usaha yang telah dikembangkan Perusahaan sejak tahun 2016 lalu, yaitu integrasi sawit-sapi atau cattle in plantation. Ada dua usaha utama dari bidang usaha ini yaitu cow calf operation atau breeding atau pengembangbiakan sapi dan fattening atau penggemukan sapi.

Pengembangan usaha sapi ini untuk optimalisasi pemanfaatan lahan sawit seluas 40 ribu hektar di Kalimantan Tengah, selain untuk menangkap prospek pasar daging sapi di dalam negeri.

Tahun 2017 ini, Perusahaan telah mendatangkan sekitar 7000 sapi indukan dari Australia dan telah dikembangbiakkan. Selain sebagai unit usaha baru, pengembangan integrasi sawit-sapi mengurangi biaya pemeliharaan kebun terutama dalam penyiangan lahan.

Pakan sapi tersebut 60 persen sampai 70 persen berasal dari kelapa sawit, sedangkan sisanya merupakan konsentrat. Jadi, ini adalah sesuatu yang baru bagi kita, dan merupakan investasi jangka panjang.

Kita mengembangkan segmen bisnis ini, diantaranya, dengan menggandeng ahli genetika untuk bisa mendapatkan varietas unggulan.

Namun, persoalan kemudian adalah kebun dan peternakan berada di luar Jawa, yaitu Kalimantan Tengah. Sementara, permintaan sapi di Pulau Jawa.

Apakah secara bisnis, peternakan sapi ini menguntungkan dan cepat mendatangkan hasil?

Secara bisnis, sebenarnya menghasilkan uang secara cepat ada di fattening(penggemukan). Tapi fattening ini akan terasa hanya ketika skala kita besar.

Sejauh ini, kita sudah mendatangkan sekitar 7000 ekor sapi dari Australia. Kemudian kita melakukan penggemukan (fattening) dan pengembangbiakkan (breeding). Sebanyak 3.370 ekor dikembangbiakkan, dan 4414 ekor untuk digemukkan.

Harga beli sapi-sapi itu sekitar US$32 per kilo. Kemudian, di sini digemukkan. Hitungan pertambahan bobotnya sekitar 1,2 kg per hari. Lalu, Perusahaan melepas sapi ke pasaran terutama di Pulau Jawa dengan harga jual Rp20-25 juta per ekor.

Sampai akhir tahun nanti, perusahaan menargetkan bisa melakukan pembibitan sebanyak 6.500 ekor sapi. Sedangkan untuk penggemukan, kita sudah menjual sebanyak 1.525 ekor. Hingga akhir Oktober, masih ada 2.473 ekor sapi.

Nanti, jika sudah 10.000, kita berharap rata-rata bisa menjual sekitar 1.000 ekor secata konstan. Kalau sudah 10.000 saja, mungkin kita sudah termasuk breeder terbesar di Indonesia.

10.000 ini pun harus konsisten dulu. Kemudian kita harus bisa menghasilkan hasil yang konsisten. Ke depan mudah-mudahan kita bisa memulai membibit sendiri. Bisnis ini seperti bisnis kelapa sawit yang membutuhkan waktu beberapa puluh tahun untuk bisa menghasilkan.

Apa rencana ke depannya untuk peternakan sapi ini?

Pengembangan ke depan, cita-citanya sih banyak. Misalnya tentang memproduksi olahan daging sapi. Tapi kita belum bicara ke sana, karena ini masih tahap awal. Yang penggemukan sekarang ini pun kita menjualnya di pasar basah atau pasar tradisional, karena ini sebenarnya baru trial.

Justru saya lebih melihatnya bagaimana supaya kita punya kompetensi, membangun kemampuan sendiri, menggunakan teknologi dan menjadi industri. Kebetulan saya ini orang kampung, tetangga saya ada yang berternak sapi, sapinya kemudian beranak.  Tapi peternakannya kan bukan industrial. Kalau industri, kita harus bermain teknologi, menjadikan sapi itu sapi industri, kualitas produknya pun harus konsisten. Jenis makanan sapi pun kita atur. Seperti industri peternakan ayam.

Apa harapan AALI ke depan?

Ke depannya, bisnis jangka panjang ini bisa membantu program kedaulatan pangan pemerintah terutama di komoditas daging. Ke depannya kita ingin menjadi salah satu breeding sapi terbaik di Indonesia. Kita akan memikirkan bagaimana menciptakan sapi-sapi berkualitas, kita berharap bisa menjadi salah satu upstream player di bidang itu, karena investasinya cukup besar.

Memang berapa investasi yang dikeluarkan Perusahaan untuk bisnis sapi ini?

Sekitar Rp100 miliar, termasuk sapinya. Tapi itu tahap awal. Tiap tahun kita akan mengeluarkan investasi lagi. Tapi tahun depan kita operasional saja. (SM)