Hendy M. Fakhruddin: Empat Poin Agar Laporan Tahunan Menjadi Juara ARA

Hendy M. Fakhruddin
Hendy M. Fakhruddin | Didi Sumardi/Annualreport.id

Annual Report Award (ARA) sejak dipertama kali digelar pada 2002 silam, hingga kini terus berkembang. Setiap tahun pelaksanaannya selalu semarak, jumlah pesertanya terus bertambah, dan menjadi tradisi yang dinilai oleh para praktisi Good Corporate Governance (GCG) sangat baik karena berdampak positif bagi perusahaan yang mengikutinya.

Ketika sebuah perusahaan tersebut mengikuti ARA dan berorientasi untuk menang ARA, pada saat yang sama mereka pun compliance dengan kriteria atau parameter ARA , dan secara tidak langsung mereka pun meningkatkan disclosure, salah satu prinsip GCG, ke dalam laporan tahunan mereka.

ARA juga menjadi media bagi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mendorong penerapan GCG di Indonesia. Artinya, jika sebuah perusahaan ingin menjadi juara ARA, maka perusahaan tersebut terlebih dahulu harus meningkatkan penerapan prinsip-prinsip GCG secara konsisten dan berkelanjutan.

Berikut ini petikan wawancara annualreport.id dengan seorang praktisi dan konsultan GCG, yang berpengalaman menulis laporan tahunan. Salah satu laporan tahunan yang ditulisnya, Laporan Tahunan 2014 PT Antam (Persero) Tbk, menjadi juara umum ARA 2014 yang digelar pada 2015 lalu.

Ia juga pernah menjadi juri ARA pada tahun 2012, pernah juga duduk sebagai Direktur Eksekutif Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG).

Dia adalah Hendy M. Fakhrudin. Kepada annualreport.id, pria kelahiran September 1969 ini berbagi pengalamannya tentang menulis dan menyusun sebuah laporan tahunan perusahaan, serta kiat-kiat apa saja yang perlu dilakukan agar sebuah laporan tahunan bisa masuk nominasi ARA bahkan menjadi juara ARA.

Bisa dituturkan pengalaman Anda saat menyusun sebuah laporan tahunan perusahaan?

Ketika saya diminta bantuan untuk menyusun sebuah buku laporan tahunan, biasanya yang meminta adalah perusahaan-perusahaan besar, saya akan meminta perusahaan yang bersangkutan untuk memperlakukan laporan tahunan sebagai sebuah proyek manajemen. Artinya, ada awalnya, ada akhirnya, ada ketua proyeknya, serta jelas schedule-nya.

Karena tanpa project manajemen yang baik, ending-nya adalah akan ada orang-orang yang terpaksa lembur untuk menyelesaikan laporan tahunan tersebut sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan. Hasilnya pun tidak akan sempurna bahkan bisa failed karena menyusun laporan tahunan itu tidak gampang.

Biasanya juga saya meminta agar semua jajaran manajemen perusahaan untuk terlibat. Artinya, jangan hanya sekretaris perusahaan saja yang mengerjakan proyek tersebut, karena sekretaris perusahaan pun tidak menguasai semua aspek di perusahaan yang bersangkutan. Bahkan, saya meminta ada satu direktur yang incharge dalam penyusunan laporan tahunan.

Sebab, dalam praktiknya, ketika panitia atau host laporan tahunan meminta data tentang risk manajemen, terkadang mengalami kesulitan, karena di Indonesia koordinasi antara bagian dan divisi ini bermasalah. Lain halnya kalau langsung direktur yang meminta, maka data dan informasi tentang risk manajemen tersebut akan mudah dikeluarkan.

Jadi, gunanya seorang direktur incharge dalam penyusunan laporan tahunan itu, salah satunya, untuk memastikan bahwa kontribusi data terpenuhi.

Bagaimana agar sebuah laporan tahunan bisa menenangkan ARA?

ARA itu berbicara, pertama, tentang kelengkapan. Artinya, dalam ARA ada parameter-parameter yang harus dipenuhi. Misalnya, dalam parameter ada pertanyaan, apakah di perusahaan itu ada suksesi direksi. Kalau memang tidak ada, tidak boleh diada-adakan.

Kedua, ARA berbicara tentang kedalaman. Kedalaman ini bisa berbeda-beda. Misalnya tentang risk manjemen. Bagi mereka yang penerapannya bagus, mereka akan mengungkapkan lebih dalam dan detail, sehingga kelengkapan saja bagi mereka tidak cukup tapi juga kedalamannya.

Ketiga, ARA juga berbicara tentang ketepatan. Dari parameter-parameter ARA itu jelas ada hal-hal yang diminta untuk dijelaskan. Misalnya yang diminta adalah, apakah di perusahaan Anda ada komite nominasi renumerasi. Jika pertanyaannya tentang komite nominasi renumerasi, maka jawabannya harus tentang hal tersebut. Jangan menjawab dengan hal yang lain.

Yang keempat, best practice. Artinya, perusahaan-perusahaan dalam menerapkan prinsip keterbukaan tidak sekadar compliance, tapi harus beyond compliance. Perusahaan yang telah menerapkan GCG dengan baik, biasanya mereka akan menerapkan praktik-pratik GCG yang terbaik pula.

Misalnya, penyajian laporan tahunan bilingual. Hal ini tidak diminta atau tidak diwajibkan, tapi mereka tetap menyajikan laporan tahunannya bilingual, bahkan mereka tampilkan di website perusahaan mereka, sehingga seluruh dunia bisa mengakses dan mempelajarinya.

Jadi sebetulnya dalam governance itu adalah kumpulan best practice.

Jadi, ARA ini menjadi ajang bagi OJK untuk menilai seberapa jauh penerapan GCG pada sebuah perusahaan?

Ya.  Laporan tahunan ini menjadi sarana bagi ojk untuk menilai, apakah POJK No. 32 tentang RUPS, sudah berjalan. Semua yang diwajibkan OJK apakah sudah dilaksanakan perusahaan atau belum, atau perusahaan hanya tersebut sekedar memenuhi kewajiban ataukah beyond compliance. Semua itu akan tergambar dengan jelas dalam sebuah laporan tahunan.

Apakah para pemenang ARA tersebut berarti telah menerapkan GCG dengan baik?

ARA adalah suatu tradisi yang baik. Seharusnya, keberhasilan GCG bukan cuma keberhasilan dalam menjuarai ARA saja, tapi juga tercermin dari kinerja perusahaan.

Memang, ada beberapa perusahaan yang menang ARA, namun kinerja keuangannya justru sedang turun, bahkan harga sahamnya jatuh. Misalnya, Antam. Tapi, pesan dari ARA ini adalah disclosure atau keterbukaan, bukan pada performance.

Memang, idealnya, jika GCG bagus, maka kinerja perusahaanya juga bagus. Tapi meski bisnis perusahaan tersebut rugi karena faktor-faktor eksternal perusahaan, seperti harga komoditas sedang turun dan perekonomian global sedang lesu, tapi one day, pelaksanaan GCG secara beyond compliance akan ada impact terhadap kinerja bisnis. GCG memang bukan untuk jangka pendek, tapi panjang.