Sektor Logistik Meraup Untung di Pasar E-Commerce

Ilustrasi
Ilustrasi | Candra/Annualreport.id

Di tengah perekonomian global dan nasional yang masih belum membaik, dan ketika sebagian sektor bisnis masih lesu, e-commerce justru tumbuh membawa harapan baru. Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara sering menyatakan optimismenya, bahwa Indonesia bisa menjadi negara ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara. Bahkan, menurutnya, industri e-commerce bisa menjadi salah satu tulang punggung pertumbuhan perekonomian Indonesia.

Presiden Joko Widodo tidak kalah besar harapannya. Di sela-sela pertemuan negara G-20 yang berlangsung di Hangzhou, Tiongkok pada tanggal 4-5 September lalu, Presiden menyempatkan diri berkunjung ke kantor Alibaba, raksasa e-commerce di Tiongkok.  Dikabarkan, dalam kesempatan itu, Pemerintah Indonesia secara khusus meminta CEO sang raksasa e-commerce Tiongkok, Jack Ma.

Keyakinan pemerintah itu tentu berdasar. Berdasarkan data yang dirilis Ernst & Young menunjukkan bahwa pertumbuhan nilai penjualan bisnis online di Indonesia meningkat 40 persen per tahun. Dengan sekitar 93,4 juta pengguna internet dan 71 juta pengguna smartphone. Pada akhir 2014 saja, nilai bisnis e-commerce Indonesia mencapai USD 12 miliar. Akhir 2015 mencapai sekitar USD 18 miliar.

Ernst & Young adalah konsultan kaliber dunia yang juga menjadi partner pemerintah dalam merancang Roadmap E-Commerce dalam Paket Kebijakan Tahap XIV, yang dirilis pada 4 November lalu. Roadmap atau peta jalan e-commerce tersebut mencakup delapan kebijakan, yaitu pendanaan, perpajakan, perlindungan konsumen, pendidikan dan SDM, logistik, infrastruktur komunikasi, keamanan cyber, dan pembentukan manajemen pelaksana.

Sementara itu, berdasarkan data dari lembaga survey AC Nielsen, komoditas yang paling banyak ditransaksikan melalui e-commerce adalah pakaian, peralatan rumah tangga, buku, tiket travel, serta gadget dan barang-barang elektronik.

Berbagai komoditas ini didistribusikan oleh sekitar 75 ribu pedagang online. Dalam beberapa tahun ke depan, jumlah pelaku e-commerce juga diproyeksikan akan terus bertambah hingga mencapai lima juta pedagang.

Tren bisnis inilah yang kemudian merangsang pemerintah untuk menerbitkan paket kebijakan baru soal e-commerce. Saat pelaku dan konsumen e-commerce terus bertambah, pengguna jasa layanan internet tentu akan meningkat juga. Artinya, perusahaan-perusahaan di sektor telekomunikasi berpeluang besar untuk menggenjot bisnis mereka sekaligus menarik optimisme dari kalangan investor.

Selain telekomunikasi, perusahaan-perusahaan di sektor ritel juga jelas akan mendapat untung besar. Komoditas yang paling banyak ditransaksikan di e-commerce, sebagaimana telah disebutkan di atas, adalah barang kebutuhan sehari-hari seperti pakaian, alat rumah tangga, sampai tiket travel.

Itu artinya, bila e-commerce semakin berkembang, maka perusahaan-perusahaan ritel juga akan semakin laris. Sektor ritel akan mendapat banyak saluran distribusi dan promosi murah, serta mendapat peluang besar untuk meningkatkan laba mereka.

Selanjutnya, sektor perbankan juga akan ikut mendapat sentimen positif, karena setiap transaksi e-commerce dilakukan lewat sistem transfer bank.

Pengembangan e-commerce ini bukan hanya berpeluang memberi dampak positif untuk industri ritel, telekomunikasi dan perbankan saja. Kalau dilihat dalam konteks yang lebih besar, usaha pengembangan e-commerce juga terkait erat dengan sektor logistik.

Melihat begitu pesatnya pertumbuhan e-commerce, tentunya menjadi potensi pasar yang sangat menjanjikan bagi sektor logistik. Ini adalah kesempatan emas bagi para pelaku usaha jasa kurir dan logistik untuk meningkatkan keuntungan. Apalagi, salah satu poin dari roadmap e-commerce adalah soal logistik.

Iman Gandi, Wakil Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Freight Forwarders Indonesia (ALFI) pernah mengatakan, pebisnis logistik bisa mengambil keuntungan ekonomi dari pasar e-commerce melalui layanan angkutan pengiriman barang yang ditransaksikan berikut manajemen pergudangannya. Hal ini karena pelaku industri e-commerce tidak mengelola sendiri manajemen logistik dan pengiriman barangnya ke pelanggan (diserahkan ke pihak ketiga).

Sayangnya, menurut Iman, pemain bisnis logistik nasional seperti anggota ALFI baru mengambil sepertiga dari potensi pasar di e-commerce ini.

Untuk itu, pelaku usaha jasa kurir dan logistik harus segera menyusun strategi dengan pebisnis e-commerce menghadapi kenaikan pangsa pasar e-commerce. Asperindo (Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos, dan Logistik Indonesia), memperkirakan nilai transaksi e-commerce mencapai USD 130 juta pada tahun 2020, yang berimbas pada peningkatan pasar logistis sebesar Rp 2.433 triliun.

Direktur Eksekutif DPP Asperindo Syarifuddin mengatakan, sesuai data dari Frost and Sullivan, terkait Proyeksi Pasar Transportasi dan Logistik Indonesia pada 2011-2016, diprediksi bahwa pasar logistik di Indonesia akan melesat.

Diproyeksikan sampai akhir 2016, perputaran uang di pasar logistik sekitar Rp 2.443 triliun, yang mencakup pengiriman e-commerce, ekspres, dan paket logistik.

Karena itu, antar pelaku usaha harus menciptakan koneksi agar memudahkan industri logistik semakin maju dan dibutuhkan suatu platform yang mampu memayungi semua jasa industri terkait dalam e-commerce.