Deregulasi Kebijakan Sektor Logistik

Ilustrasi
Ilustrasi | Candra/Annualreport.id

Ketika pemerintah berusaha mengatasi berbagai hambatan e-commerce dengan proyek-proyek yang berskala nasional, ada beberapa hambatan yang dihadapi. Salah satunya adalah biaya transportasi dan logistik yang tinggi.

Sebagaimana kita tahu, Indonesia merupakan negara kepulauan. Oleh karena itu, ongkos pengiriman barang antar pulau masih cukup tinggi. Karena persoalan geografis ini, jangkauan serta kecepatan pengiriman barang pun menjadi sangat terbatas.

Untuk mengatasi masalah tersebut, kini pemerintah berfokus membangun infrastruktur pendukung yang bisa mengoptimalkan kinerja serta jangkauan pasar e-commerceInfrastruktur yang dimaksud di sini adalah Tol Laut, Sistem Logistik Nasional (Sislognas), dan Pusat Logistik Berikat (PLB).

Fasilitas-fasilitas ini diharapkan dapat menekan ongkos distribusi serta meluaskan jangkauan e-commerce ke berbagai wilayah Indonesia, baik kota maupun desa.

Tingginya beban logistik ini membuat perkembangan e-commerce tertahan. Karena itu, pemerintah akan segera menderegulasi sejumlah kebijakan sektor logistik.

Untuk mensupport deregulasi sejumlah kebijakan sektor logistik, kementerian Keuangan telah mengalokasikan Pinjaman Kebijakan Pembangunan dari Bank Dunia.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan menyatakan, Pemerintah Indonesia mendapatkan pinjaman dana tunai untuk membantu budget pendanaan reformasi logistik di Indonesia. Dia menjelaskan, dalam pinjaman dana ada project loan dan program loan. Adapun program loan berfungsi sebagai budget support.

“Nah uangnya untuk membantu budget, tetapi dalam perjanjian untuk menggunakan uang tersebut ada beberapa reformasi yang dilakukan terkait logistik,” kata Robert Pakpahan.

Dia menyatakan, uang tunai untuk membangun reformasi logistik dari Bank Dunia, bisa digunakan jika Pemerintah melakukan reformasi regulasi logistik. Robert menegaskan, Pemerintah sudah berkomitmen untuk melakukan sejumlah reformasi pada hal ini seiring dengan rencana deregulasi kebijakan logistik yang tengah disusun oleh kementerian.

“Misalnya Pemerintah melakukan deregulasi itu bisa kami pakai ajukan sebagai program loan, jadi reformasi yang kita lakukan akan kita tawarkan untuk mendapatkan program loan karena lebih mudah,” jelasnya.

Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi menyatakan, pinjaman dari Bank Dunia untuk mereformasi logistik di Indonesia merupakan hal yang positif. Dia menyebut, ALFI siap untuk memberikan rekomendasi terkait deregulasi kebijakan ekonomi sektor logistik.

Yukki mengatakan, ada empat faktor yang harus direformasi dalam bidang logistik yaitu pembangunan infrastruktur dan pendidikan. Selain itu, dua faktor lain yang perlu deregulasi adalah fiskal dan moneter.

Pada pilar infrastruktur masih dibagi dua yaitu infrastruktur logistik dan infrastruktur teknologi. Sementara pada faktor pendidikan jika Pemerintah siap menerima masukkan, ALFI berharap penggunaan dana tersebut juga bisa diarahkan untuk pembenahan program vocational training.

Sementara itu, wakil ketua umum Asosiasi Logistik dan Freight Forwarders Indonesia (ALFI) Imam Gandi mengatakan, bila perputaran uang di e-commerce bisa mencapai 300 miliar dollar AS dan perusahaan e-commerce tidak mau mempunyai fleet atau manajemen operasional sendiri. Artinya potensi tersebut sangat menggairahkan bagi para pemain logistik dalam negeri.

“Sayangnya, pemain bisnis logistik domestik baru mengambil sepertiganya saja dari potensi pasar tersebut. Dari keseluruhan mobilisasi logistik, angkutan jalan itu sebesar 91% dan diikuti oleh angkutan laut. Padahal Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Sejak tahun 2015 industri ini berkembang dan transportasi menjadi bagian inti dari logistik. Sekarang pertumbuhan tersebut ditambahkan lagi dengan satu bisnis baru yakni e-commerce. Dengan demikian logistik ikut terangkat dan menjadi besar,” terang Imam Gandi, wakil ketua umum Asosiasi Logistik dan Freight Forwarders Indonesia (ALFI).

Adapun peranan jenis kendaraan komersial yang didayagunakan di logistik terdiri dari dua kategori, yakni truk dan nontruk yang dapat diandalkan dalam perdagangan berskala retail serta menyajikan tingkat fleksibilitas kepada bisnis logistik di perkotaan.

Sebelumnya, Dewan Eksekutif Bank Dunia menyetujui Pinjaman Kebijakan Pembangunan (Development Policy Loan) Reformasi Logistik Indonesia. Pinjaman itu diperuntukkan guna memperbaiki logistik dan memperlancar konektivitas. Selain itu, pinjaman tersebut juga untuk meningkatkan pertumbuhan dan mengurangi kemiskinan di Indonesia.

Dana senilai US$400 juta akan mendukung Indonesia mengatasi masalah-masalah rantai pasokan, seperti dwelling time yang lama di pelabuhan, serta masalah kerumitan prosedur izin perdagangan. Kondisi ini memang mengakibatkan biaya logistik Indonesia sangat tinggi yaitu 25 persen bagi penjualan manufaktur. Lebih tinggi dibandingkan Thailand yang hanya 15 persen dan 13 persen untuk Malaysia. (DD)