Lea Setianti Kusumawijaya, Direktur Keuangan Bank Permata: Bank Permata Menuju Agent of Development

Direktur Keuangan Bank Permata Lea Setianti Wijayakusuma
Direktur Keuangan Bank Permata Lea Setianti Wijayakusuma | SM/Annualreport.id

Kilau Bank Permata tampaknya akan terus memancar. Setelah mengalami krisis akibat kredit macet pada tahun 2016 lalu, bank dengan kode emiten BNLI di Perdagangan Bursa Efek Indonesia ini pun berhasil bangkit, bahkan mampu meraup laba bersih yang signifikan pada tahun 2017 ini.

Berdasarkan laporan keuangan konsolidasi Bank Permata yang diserahkan kepada Bursa Efek Indonesia pada awal tahun 2017, tercatat bahwa kerugian di tahun 2016 tersebut disebabkan karena adanya pencadangan terhadap kredit bermasalah sebesar Rp12,2 triliun atau naik tiga kali lipat dari tahun 2015 yang sebesar Rp3,6 triliun.

Alokasi pencadangan ini membuat kenaikan beban operasional Bank Permata mencapai 108,8% menjadi Rp16,7 triliun. Padahal, pendapatan operasional Bank Permata juga turun sebesar 2,36% year on year menjadi Rp8,15 triliun.

Kenaikan biaya pencadangan ini disebabkan karena tingginya rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL), yaitu mencapai 8,83% atau meloncat 603 basis poin. Ada tiga sektor penggerus kredit Bank Permata, yaitu, industri pengolahan mencatatkan penurunan kredit sebesar Rp3,48 triliun. Disusul, sektor perdagangan dan pertambangan yang mencatatkan penurunan kredit masing masing sebesar Rp2 triliun dan Rp1,1 triliun.

Namun pada tahun ini, setidaknya hingga kuartal III 2017,  Bank Permata menunjukkan ketangguhannya menghadapi krisis. Hal ini tentu tidak lepas dari dukungan kuat dua pemegang saham utamanya, yaitu PT  PT Astra International Tbk dan Bank Standard Chartered, di samping mempunyai rasio permodalan dan likuiditas yang cukup baik diangka masing masing 15,6% dan 75,2%.

Lantas, apa strategi Bank Permata melalui tantangan yang cukup berat di tahun 2016, dan berhasil membalikan keadaan di tahun 2017 menjadi keuntungan dan masa depan yang cerah?

Berikut ini rangkuman perbincangan Annualreport.id dengan Direktur Keuangan PT Bank Permata Tbk Lea Setianti Kusumawijaya belum lama ini.

Sebagai informasi, Lea diangkat sebagai Direktur Keuangan PermataBank berdasarkan hasil Rapat Umum Pemegang Sahan Tahunan (RUPST) pada 29 Maret 2017. Sebelumnya, wanita kelahiran 44 tahun silam ini menjabat sebagai Chief Financial Officer di Bank Standard Chartered Indonesia sejak 2014.

Ia juga pernah menjabat berbagai posisi penting, di antaranya, Chief Financial Officer  Standard Chartered Bank Philippines pada 2013–2014, pernah juga menjabat sebagai Head of Corporate Planning di PT Bank Lippo Tbk pada 2006-2008.

Sebelum berkarir di bidang Perbankan, Lea bekerja di beberapa kantor akuntan ternama sebagai Senior Manager, Transaction Sevices di Pricewaterhouse Coopers Indonesia pada 2001-2006.

Mohon dipaparkan secara singkat tentang Bank Permata?

Secara singkat, Bank Permata didirikan pada tahun 1955. sejak 1990, Bank Pertama mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya, yang saat ini telah bergabung dan dikenal sebagai Bursa Efek Indonesia BEI. Aset Bank Permata mencapai Rp165 triliun secara konsolidasian.

Saham Bank Permata sebesar 44,56% oleh PT Astra Inetnational Tbk dan Standard Chartered Bank sebesar 44,56%, sementara publik sebesar 10,88%.

Saat ini, Bank Permata melayani lebih dari 2 juta nasabah di 63 kota di Indonesia, per September 2016 PermataBank memiliki 331 cabang (Cabang konvensional dan Syariah termasuk 304 layanan syariah), 22 Cabang Bergerak (Mobile Branch), enam Payment Point, 1012 ATM dengan akses di lebih dari 100.000 ATM (VisaPlus, Visa Electron, MasterCard, Alto, ATM Bersama dan ATM Prima) dan jutaan ATM di seluruh dunia yang terhubung dengan jaringan Visa, Mastercard, Cirrus.

Tahun 2016 sendiri merupakan tahun yang berat bagi Bank Permata. Perusahaan mencatat rugi bersih sebesar Rp6.48 triliun pada 2016. Pada 2015, perusahaan mencatat laba bersih Rp247.11 miliar.

Apa yang menyebabkan kerugian tersebut?

Kerugian tersebut disebabkan oleh lonjakan pencadangan (provisi) atas kredit bermasalah menjadi Rp 12.2 triliun. Peningkatan provisi mendorong kenaikan beban operasional menjadi Rp 16.78 triliun atau naik dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya Rp 8.05 triliun. Dengan demikian, terjadi kenaikan rasio gross NPL dari 2.7% pada akhir 2015 menjadi 8.8% pada akhir 2016. Sementara itu rasio, net NPL pun ikut meningkat dari 1,4% menjadi 2,2% pada akhir 2016.

Mohon dijelaskan pula tentang kondisi Bank Permata paska menghadapi krisis tahun 2016?

Setelah dilakukan restrukturisasi dan reformasi, kinerja profitabilitas Bank Permata menjadi positif kembali. Hal ini bisa dilihat dari laporan keuangan pada kuartal I 2017, di mana laba bersih sebesar Rp453 miliar secara konsolidasian, sementara pada tahun lalu kami mengalami rugi bersih sebesar Rp375 miliar pada kuartal I 2016.

Penjualan bad book juga berjalan baik, yaitu kualitas aset melalui restrukturisasi, pemulihan dan penjualan sebagian portofolio NPL, dengan NPL coverage ratio meningkat menjadi 135%.

Selain itu, permodalan dan likuiditas Bank Permata dinilai sehat. Kami juga melakukan reformasi di tubuh manajemen. Di mana, Direktur Utama, Direktur Risiko, Direktur Keuangan dan Direktur Wholesale Banking diubah. Perubahan ini pun terjadi di Dewan Komisaris.

PT Astra Internasional Tbk sebagai salah satu pemegang saham utama pun kembali menyuntikkan modal ke Bank Permata senilai Rp3 triliun melalui right issue pada Mei-Juni lalu, di mana Rp1,5 triliun telah diterima sebagai capital advance dari kedua pemegang saham utama, yaitu Astra dan Standard Chartered Bank.

Lalu apa strategi Bank Permata untuk menurunkan rasio kredit bermasalah tersebut?

Bank Permata mempunyai dua strategi untuk menurunkan rasio kredit bermasalah atau NPL pada 2017 ini, yaitu dengan melakukan restrukturisasi dan penjualan aset bermasalah serta kedisiplinan dalam pengelolaan biaya, di samping penguatan manajemen resiko.

Sebagai gambaran, sampai kuartal I 2017, NPL Bank Permata kami sebesar 6,4%, melewati batas aman NPL regulator yaitu 5%, dengan rasio provisi sebesar 135%. Saat ini penyelesaikan kredit bermasalah sudah 70% sampai 75% selesai.

NPL Bank Permata ini, berdasarkan data, disumbang oleh tiga faktor, yaitu industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, serta sektor pertambangan.

Untuk strategi restrukturisasi, Bank Permata akan melakukan pada debitur yang masih mempunya prospek. Sedangkan opsi terakhir, jika tidak bisa direstrukturisasi adalah dengan penjualan aset.

Terkait penjualan aset, pada Maret 2017 lalu Permata telah menjual Rp1,12 triliun kepada anak usaha SRIL. Selain itu, untuk menurunkan NPL pada 2017 ini bank akan berusaha meningkatkan penyaluran kredit.

Melalui restrukturisasi dan rehabilitasi, serta mempercepat pemulihan kredit dan menjual sebagian dari portofolio NPL, kinerja Bank Permata dapat membaik.

Hal ini telah menghasilkan peningkatan pada kualitas aset, di mana rasio NPL Gross tercatat sebesar 6,4% per 31 Maret 2017, turun dari 8,8% pada Desember 2016. Sedangkan rasio NPL Net tetap di kisaran 2,2%.

Bisa dijelaskan kinerja Bank Permata pada kuartal III 2017 ini?

Pada kuartal III 2017, Bank Permata berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp708 miliar, dari rugi Rp1,23 triliun pada periode yang sama tahun lalu.

Berdasarkan laporan keuangan kuartal III 2017, pendapatan operasional Bank Permata sebenarnya mengalami penurunan cukup tipis. Dari Rp6,28 triliun pada kuartal III tahun lalu, menjadi Rp 6,19 pada kuartal III tahun ini. Meski begitu, perseroan berhasil membalikkan keadaan dari rugi menjadi laba pada tahun ini.

Laba bersih yang berhasil dicatatkan Bank Permata utamanya disokong oleh beban operasional yang menurun. Tercatat, beban operasional Bank Permata pada kuartal III 2017 sebesar Rp 5,28 triliun, turun 33% dibandingkan kuartal III 2016 yang mencapai Rp 7,92 triliun.

Bank Permata juga tengah melakukan penguatan manajemen risiko yang menyebabkan penyaluran kredit menjadi lebih rendah dibandingkan kuartal III 2016. Tepatnya turun sebesar 17% secara tahunan (year on year/yoy). Namun, penyaluran kredit di unit usaha Syariah berhasil tumbuh sebesar 16%.

Meski secara total tidak terjadi pertumbuhan kredit dibanding tahun lalu, Bank Permata telah mulai menunjukkan perbaikan yang positif pada kredit dan dana pihak ketiga di bulan terakhir di kuartal III 2017. Pertumbuhan kredit dikontribusi oleh KPM, KPR, SME dan kredit korporat (wholesale banking).

Kami juga terus menjaga likuiditas. Hal ini bisa dilihat dari rasio kredit terhadap simpanan atau Loan to Deposit Ratio (LDR) sebesar 83 % dari 86 % pada periode yang sama tahun lalu.

Bank Permata akan terus memperkuat fundamental dan memanfaatkan kekuatan inti bisnis, termasuk memperluas jaringan cabang dan meluncurkan produk inovatif, seperti PermataMobile dengan Touch ID, Permata e-Bond, yaitu layanan transaksi obligasi secara online.

Kami yakin, Bank Permata dapat kembali ke kinerjanya yang semakin kuat dengan membangun peran kami sebagai agen pengembang  (agent of development) bagi nasabah dan klien.

Apa langkah strategis Permata ke depan agar kinerja tetap positif?

Perseroan menerapkan tiga langkah strategis. Adapun strategi pertama adalah melalui fix income.

Sebagaimana kita ketahui, Bank Permata telah menghadapi masa yang cukup sulit tahun 2016 lalu, terutama masalah kredit dan kami sudah selesaikan banyak hal di awal tahun, di antaranya penjualan aset bermasalah, dan ini menjadi titik tolak kami agar bisa kembali kepada bisnis yang lebih baik.

Langkah kedua yaitu mengoptimalkan peran pemegang saham. Kami akan memperdalam peluang bisnis dengan pemegang saham, yaitu Astra International dan Standard Cartered. Nantinya, Bank Permata akan menjadi bagian dari Astra Internasional dan Standard Cartered yang mana keduanya merupakan institusi dengan cakupan bisnis yang sangat besar.

Salah satu contoh di bidang konsumer, misalnya, kami ingin menggunakan agar bagaimana para karyawan dari Astra dan karyawan dari partner Astra bisa sebanyak mungkin menjadi nasabah Permata Bank.

Langkah ketiga, Bank Permata akan melakukan partnership dengan strategi partner. Upaya ini dilakukan karena kompetisi bisnis saat ini sangat ketat, tidak hanya dari industri yang sama tapi juga sektor lain.

Salah satunya, Permata Bank bekerja sama dengan Indosat untuk memberikan solusi finansial terhadap konsumer Indosat yang saat ini jumlahnya mencapai 80 juta customer. Kami akan aplikasikan terutama pada produk konsumer kami untuk memberikan solusi pada nasabah Indosat.

Apa target Bank Permata selanjutnya?

Pada kuartal ketiga tahun ini, Perseroan mulai bergerak lebih ekspansif dalam menyalurkan kredit. Memang kami pada waktu semester pertama masih fokus untuk memperbaiki fundamental, fokusnya masih untuk perbaikan kualitas aktiva produktif.

Tapi sejak awal kuartal ketiga, Perseroan telah mulai lebih aktif bergerak menumbuhkan kredit dengan masuk ke segmen nasabah yang telah dikenal. Perseroan mengakui pertumbuhan kredit masih rendah, namun dinilai sudah sesuai jalur. (SM)