Direktur Utama PT Phapros Tbk Barokah Sri Utami: Inovasi dan Keberlanjutan Bisnis Farmasi

Direktur Utama PT Phapros Tbk Barokah Sri Utami
Direktur Utama PT Phapros Tbk Barokah Sri Utami | Indra Gunawan/Annualreport.id

Barokah Sri Utami menjabat sebagai Direktur Utama PT Phapros Tbk sejak diangkat oleh RUPST PT Phapros pada Medio April 2016 lalu. Ia duduk menggantikan Iswanto yang akan memasuki masa pensiun.

Jauh sebelumnya, Barokah Sri Utami yang akrab disapa Emmy ini mempunyai perjalanan karir yang cukup cemerlang di Phapros. Perempuan kelahiran 1 Januari 1973 ini mengawali karir profesionalnya sebagai staf di Quality Assurance dan Pengendalian Produksi pada 1990.

Pada 1999, jabatan Sarjana Farmasi dari Institut Teknologi Bandung ini naik menjadi Kepala Perencanaan Produksi dan Inventory Control (PPIC). Tak berapa lama, ia dipindahkan ke departemen lain yang menangani masalah Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai Kepala Human Resource (HR) dan General Affairs Manager pada tahun 2002 sampai 2003.

Dari posisi sebagai Kepala HR, ia ditransfer ke posisi Manager Pengembangan Bisnis. Lalu, pada 2010 sampai 2012, ia dipindahkan kembali ke Departemen Produksi dengan posisi Manajer PPIC.

Pada 2012 ia meraih kepercayaan untuk memegang jabatan Direktur Produksi, hingga akhirnya dalam forum Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan yang diselenggarakan pada 28 April 2016 lalu ia terpilih menjadi Direktur Utama.

Langkah perempuan yang terlihat sederhana, bersahaja, namun anggun dalam balutan busana muslimah ini cukup mantap meneruskan estafet kepemimpinan Iswanto.

Meski ia mengakui kepemimpinan dirinya belum teruji, namun beberapa prestasi gemilang diraih Phapros di bawah kepemimpinannya. Misalnya saja, pada kuartal ke-III tahun 2016 ini, Phapros membukukan kenaikan angka penjualan sebesar Rp540 miliar atau naik 9 persen di banding tahun lalu. Pertumbuhan ini  diikuti dengan pertumbuhan laba bersih perusahaan sebesar 26 persen dari periode yang sama pada tahun sebelumnya.

PT Phapros Tbk sendiri merupakan salah satu perusahaan BUMN yang memproduksi dan memasarkan produk farmasi di Indonesia. Saham mayoritasnya dimiliki oleh induk usahanya yaitu PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) sebesar 56,6 persen, sementara sisanya dipegang oleh publik termasuk karyawan.

Phapros berdiri pada 21 Juni 1954. Awalnya bernama NV Pharmaceutical Processing Industry, disingkat menjadi Phapros, beberkantor pusat di Jakarta.  Dulunya, perusahaan ini merupakan bagian dari pengembangan usaha Oei Tiong Ham Concern (OTHC), konglomerat pertama Indonesia yang menguasai bisnis gula dan agroindustri.

Pada tahun 1961, karena semua kekayaan OTHC dinasionalisasi dan Phapros diambil-alih oleh pemerintah, dan diubah menjadi sebuah perusahaan holding yang kini dikenal dengan nama PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI). 

Lebih dari lima dasawarsa yang lalu, melalui pabriknya yang berada di Jalan Simongan Nomor 131, Semarang, Phapros memproduksi obat-obatan bermutu seperti Antimo, Pehavral, Bioneuron & Bioneuron Injeksi, Hypobhac 25 Injeksi, Hypobhac 100 Injeksi, Hypobhac 200 Injeksi, Pehatifen Tablet, Pehatifen Sirop dan banyak lagi. 

Pada akhir 2002, Phapros memproduksi 137 item obat, 124 di antaranya adalah obat hasil pengembangan sendiri. Pada pertengahan 2004 Phapros memperkenalkan produk alam dalam kelompok Agro Medicine, Agromed. 

Pada tahun 2012, kinerja Phapros dari tahun ke tahun, hingga tahun ini menunjukkan tren positif. Pada tahun ini juga Phapros berhasil mengembangkan fasilitas produksi injeksi yang bernilai tambah tinggi, menanam investasi dengan besaran yang material dan untuk kali pertama meraih proper hijau.

Belum lama ini, tepatnya 1 September lalu, dipimpin oleh Emmy, Phapros menyalurkan dana PKBL sebesar Rp800 juta rupiah kepada pelaku usaha kecil yang berada di sekitar pabrik Phapros, Semarang, Jawa Tengah.

Saat bertemu di sela-sela acara penghargaan untuk sejumlah perusahaan BUMN, di Hotel Pullman, Jakarta, belum lama ini, Emmy menyempatkan diri berbincang dengan Annualreport.id. Berikut petikannya:

Bagaimana kinerja Phapros pada kuartal terakhir ini?

Untuk kuartal terakhir ini kita belum final, karena Desember saja belum berakhir. Tapi, insha Allah, sudah melewati yang ditargetkan. Targetnya, penjualan tumbuh 17 persen, kemudian laba tumbuh 21 sampai 22 persen. Alhamdulillah, meski di tengah rata-rata pertumbuhan industri farmasi yang diproyeksikan tumbuh sekitar 4 persen, namun kinerja penjualan Phapros tumbuh 17 sampai 18 persen.

Untuk mencapai target tersebut, perseroan sudah menyiapkan beberapa strategi bisnis, di antaranya dengan menyiapkan capital expenditure sebesar Rp126 miliar yang akan digunakan untuk meningkatkan kapasitas produksi dan pembangunan pabrik baru.

Kalau untuk kuartal III 2016, penjualan kami meningkat 9 persen meski pertumbuhan ekonomi nasional cenderung lambat. Pada periode ini Phapros membukukan penjualan sebesar Iebih dari Rp540 miliar.

Kinerja positif ini diikuti dengan pertumbuhan laba bersih perusahaan yang mencapai Iebih dari Rp52 miliar atau tumbuh 26 persen hingga periode September tahun ini.

Hal ini berkat kerja sama yang dijalin Perseroan dengan semua pihak. Sampai dengan September 2016, produk obat jual bebas atau Over the Counter (OTC) mengalami pertumbuhan tertinggi sampai Iebih dari 40 persen. Adapun, share terbesar diperoleh dari obat generik sebesar 50 persen.

Bagaimana Anda melihat bisnis obat-obatan saat ini, apalagi saat ini tampaknya banyak juga obat-obat dari luar yang masuk ke Indonesia?

Memang banyak obat-obatan dari luar masuk ke Indonesia. Tapi tetap saja farmasi Indonesia menguasai pasar. Kalau dari luar atau PMA itu menguasai pasar 30 persen, dan farmasi Indonesia 70 pesen.

Yang cukup mengubah peta farmasi Indonesia adalah BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan. Dengan adanya BPJS, porsi obat-obat generik menjadi lebih besar.

Pengadaan obat BPJS sendiri melalui proses e-catalog, yang melalui proses tender secara terbuka. Kebetulan tahun ini Phapros mendapatkan e-catalog atau lelang terbesar. Semoga tahun depan kita bisa memberikan kontribusi yang lebih besar.

Tapi, perlu dicatat, yang memproduksi obat generik sekarang ini sudah banyak, tidak hanya farmasi BUMN tapi swasta juga banyak.

Apa tantangan yang dihadapi oleh Phapros saat ini?

Dengan adanya BPJS ini, maka peta pasar farmasi Indonesia secara lanskap berubah. Karena itu, ke depan, untuk menghadapi pasar BPJS Kesehatan, Phapros berencana menambah kapasitas produksi dengan mengombinasi pabrik di kawasan Simongan dan membangun pabrik baru di Ungaran.

Apa rencana Phapros ke depan?

Phapros berencana merealisasikan initial public offering atau IPO pada 2021 setelah pembangunan pabrik di Pringapus Kabupaten Semarang selesai. Perseroan tetap berkeinginan melantai di bursa saham untuk penambahan modal guna ekspansi bisnis. Perseroan berencana melepas saham sekitar 20 persen sampai 25 persen dengan target raihan dana hingga Rp600 miliar.

Untuk menghadapi perkembangan pasar, tentunya setiap perusahaan harus mempunyai inovasi produk. Bagaimana dengan Phapros?

Kami sudah mencanangkan dua strategi untuk inovasi ini. Pertama, industri hijau yang sudah dicanangkan oleh bagian riset dan pengembangan. Kedua, kami mengarah ke farmasi herbal

Untuk industri hijau, quality by design. Artinya, Phapros sudah mempertimbangkan untuk tidak menggunakan bahan bahan yang berbahaya dengan skema 3R yakni reduce, reuse, and recycle, dan setiap tahapan dikontrol dengan ketat.

Sedangkan untuk farmasi herbal, sebenarnya Phapros sudah menggarapnya sejak berdiri pada 1954 melalui produk simplisia. Tapi dalam perkembangannya, obat kimia lebih banyak diterima masyarakat, sehingga lebih maju.

Saat ini, kami kembali lagi, selain tetap mengembangkan obat kimia. Obat herbal kami beri perhatian lagi dan dikembangkan.

Bagaimana strategi Perseroan mewujudkan inovasi tersebut?

Dalam menjalankan strategi inovasi itu, semua karyawan dilibatkan baik di level bawah hingga direksi, asosiasi dokter pun dilibatkan. Phapros juga giat mengikui pameran di luar negeri untuk mengembangkan wawasan. Untuk mewujudkannya, perseroan menyediakan ruang bagi para apoteker untuk menciptakan formula yang bisa menghasilkan efek yang baik, namun harganya bisa ditekan.

Itu secara bottom up. Kalau secara up to bottom, para direksi memberikan masukan mengenai apa yang harus dilakukan oleh anak buahnya. Kalau secara korporasi, secara keseluruhan karyawan diberi kebebasan untuk mengembangkan ide.

Inovasi sangat penting bagi kelanjutan bisnis perusahaan. Tak hanya omset perseroan yang terangkat, biaya yang dikeluarkan juga semakin efisien. Hadirnya produk baru yang berkualitas akan mendongkrak omset Phapros.